Namibia Cabut Izin Berlabuh Kapal MV Kathrin yang Bawa Bahan Peledak untuk Israel
Sebuah kapal MV Kathrin telah diblokir dari pelabuhan Namibia pada hari Rabu (28/8/2024).
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah kapal MV Kathrin telah diblokir dari pelabuhan Namibia pada hari Rabu (28/8/2024).
Dilarangnya MV Kathrin berlabuh di Namibia lantaran kapal tersebut membawa bahan peledakh eksogen RDX ke Israel, yang bertujuan Israel.
"Namibia telah mencabut izin berlabuh untuk sebuah kapal, MV Kathrin, yang membawa kargo militer dengan tujuan Israel," laporan media lokal.
Pencabutan izin berlabuh kapal MV Kathrin ini dilakukan oleh Inspektur Jenderal Kepolisian Namibia, Letnan Jenderal Joseph Shikongo.
Letnan Jenderal Joseph Shikongo segera menyerahkan dokumen tersebut untuh disahkan sesuai dengan Keputusan Kabinet pada tanggal 24 Agustus 2024.
Setelah disahkan, kapal MV Kathrin resmi diblokir dari pelabuhan Namibia.
"Mohon diketahui bahwa izin no. 21/2024 yang diberikan kepada kapal MV Kathrin tertanggal 13 Agustus telah dicabut dengan segera. Oleh karena itu, kapal tersebut dilarang keras memasuki perairan Namibia berdasarkan Keputusan Kabinet NO. 9/04, 06.24/006," demikian pernyataan polisi dalam dokumen tersebut, dikutip dari Anadolu Anjansi.
Apabila sesuai jadwal, MV Kathrin akan berlabuh di Pelabuhan Walvis Bay, Namibia, pada tanggal 25 Agustus.
Namun sayangnya, kapal tersebut diketahui telah membawa 60 kontainer Tri-NitroToluene (TNT) dan delapan kontainer bahan peledak heksogen.
Ditemukannya bahan peledak tersebut tepat ketika MV Kathrin sedang dalam perjalanan dari Haiphong, Vietnam, ke Koper, Slovenia.
Dalam sebuah pernyataan pada tanggal 23 Agustus, Kepala Eksekutif Namport, Andrew Kanime, mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima pemberitahuan agar MV Kathrin berlabuh di Pelabuhan Walvis Bay.
Namun Namport mengaku belum mendapat informasi terkait kedatangan kapal tersebut.
Baca juga: Namibia Blokir MV Kathrin, Kapal Pengangkut Bahan Peledak ke Israel, Ogah Terlibat Kejahatan Perang
Tidak hanya itu, Namport juga mengatakan belum menerima dokumentasi pra-izin untuk kapal tersebut, dengan demikian, tidak dapat memastikan apakah kapal tersebut memiliki kargo berbahaya di dalamnya.
Dengan adanya keputusan ini, maka Kanime berjanji akan mengikuti aturan dari Namibia terkait pencabutan izin berlabuh kapal MV Kathrin.
Kanime menilai keputusan ini adalah sebagai upaya penyelamatan dan keamanan di perairan sekitar.
"Kami kembali menegaskan dan meyakinkan bangsa Namibia dan pengguna pelabuhan kami bahwa Namport selalu mematuhi semua konvensi internasional tentang penanganan kapal dan kargo yang aman di pelabuhan kami, bekerja sama dengan semua badan negara dalam memastikan keselamatan dan keamanan yang efektif di perairan dan pelabuhan teritorial kami, dan mendukung serta sepenuhnya menegakkan kedudukan dan posisi pemerintah nasional kami dalam hubungan dan protokol internasional," kata Kanime, dikutip dari Windhoek Observer,
Sementara itu, ketua Economic Social Justice and Trust, Herbert Jauch memuji keputusan tersebut.
Namun Jauch mengkritik tanggapan awal Namport yang dianggap kurang jelas secara moral.
"Jika kita melihat tanggapan Namport, rinciannya sangat teknis, hanya melihat izin yang diberikan dan peraturan. Namun, tanggapan itu sama sekali menghindari pertanyaan moral dan politik yang krusial, yaitu Namibia menjadi kaki tangan genosida, jika negara itu mengizinkan kapal Kathrin yang membawa kargo militer untuk melanjutkan perjalanan dan berlabuh di pelabuhan Walvis Bay," kata Jauch.
Menurut Jauch apa yang dilakukan Namibia ini terhadap konflik di Gaza harus menjadi contoh bagi negara-negara lain.
"Kita tahu dari sejarah perjuangan pembebasan kita sendiri betapa pentingnya dukungan internasional, dan inilah yang sekarang dibutuhkan. Sangat penting bagi Palestina untuk menerima dukungan penuh guna mengakhiri pembantaian dan genosida di Gaza dan memulai proses pemulihan hak-hak," katanya.
Konflik Palestina vs Israel
Israel telah mengabaikan resolusi DK PBB yang menuntut gencatan senjata segera di Gaza.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel tidak berhenti melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza.
Hingga saat ini, warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel telah mencapai 40.500 orang.
Sementara korban luka akibat serangan Israel telah mencapai 93.500 warga Palestina.
Lebih dari 10 bulan sejak serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza masih hancur.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Namibia dan Konflik Palestina vs Israel