Takut Diamuk Pendemo Israel, Netanyahu Kirim Permintaan Maaf, Menyesal Gagal Bebaskan Sandera
Netanyahu secara perdana meminta maaf kepada jutaan warga negara setelah 6 sandera Israel ditemukan tewas di terowongan Rafah
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Whiesa Daniswara
Massa yang kian membabi buta bahkan mendorong para warga Israel di Tel Aviv untuk menggelar mogok nasional, sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan Netanyahu atas tewasnya enam sandera Hamas.
Sementara itu, untuk pertama kalinya federasi serikat pekerja terbesar Israel, Histadrut menyerukan pemogokan umum guna menekan pemerintah agar menandatangani kesepakatan gencatan senjata.
Hal serupa juga turut dilakukan Serikat Pekerja Bandara Ben Gurion, pusat transportasi udara utama Israel.
Mereka mengancam akan menutup operasional bandara mulai Senin pukul 08.00 pagi waktu setempat hingga batas waktu yang tak ditentukan.
Adapun langkah ini bertujuan untuk menutup atau mengganggu sektor-sektor utama ekonomi Israel, termasuk perbankan dan perawatan kesehatan.
Menyusul yang lainnya, layanan kota di pusat ekonomi Israel, Tel Aviv, juga akan ditutup selama mulai Senin kemarin.
"Tanpa pengembalian para sandera, kita tidak akan dapat mengakhiri perang, kita tidak akan dapat merehabilitasi diri kita sebagai masyarakat dan kita tidak akan dapat mulai merehabilitasi ekonomi Israel," kata kepala asosiasi Ron Tomer.
Popularitas Netanyahu di Israel Menyusut
Sejak demo pecah, jajak pendapat yang dilakukan oleh Channel 12 Israel mengungkap bahwa sebagian besar masyarakat Israel memandang lemah kinerja Netanyahu bersama dengan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Yoav Gallant selama perang.
Imbas masalah ini popularitas Netanyahu di Israel mulai memudar.
Dalam jajak pendapat di surat kabar Maariv pada 18-19 Oktober lalu bahkan nama Benjamin Netanyahu kalah saing dengan mantan menteri pertahanan Benny Gantz.
“Netanyahu akan mundur. Sama seperti pejabat tinggi militer, intelijen, dan GSS (badan intelijen). Karena mereka gagal,” tulis surat kabar harian Israel Hayom.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)