Analis Militer Israel: IDF Tidak Menemukan Satu Pun Terowongan di Sepanjang Perbatasan Gaza-Mesir
Tak ada satu pun terowongan terbuka yang ditemukan di wilayah Mesir. Tak ada satu pun terowongan yang ditemukan di Koridor Philadelphia
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Analis Militer Israel: IDF Tidak Menemukan Satu Pun Terowongan di Sepanjang Perbatasan Gaza-Mesir
TRIBUNNEWS.COM - Tentara Israel belum menemukan terowongan bawah tanah operasional di bawah Koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir, kata seorang analis militer Israel.
"Tidak ada satu pun terowongan terbuka yang ditemukan di wilayah Mesir. Tidak ada satu pun terowongan yang dapat digunakan yang ditemukan di bawah Koridor Philadelphia," kata Alon Ben-David kepada Channel 13 Israel, dikutip dari Anadolu, Kamis (5/9/2024).
Baca juga: Panglima Perang Mesir Sidak ke Perbatasan Gaza Saat Israel Ngotot di Koridor Philadelphia
Koridor tersebut, wilayah demiliterisasi di sepanjang perbatasan Mesir dengan Gaza, telah menjadi titik kritis dalam negosiasi gencatan senjata Gaza dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras mempertahankan kehadiran militer Israle (IDF) di poros tersebut, dengan mengklaim kalau koridor tersebut merupakan "jalur hidup" bagi Hamas untuk mempersenjatai kembali petempurnya.
Baca juga: Manual Book Taktik Pertempuran Hamas di Terowongan, Panduan Rinci yang Bikin Israel Kelabakan
Mesir menolak kehadiran militer Israel di koridor tersebut dan telah mengecam klaim Netanyahu tentang penyelundupan senjata ke Gaza melalui wilayahnya.
"Sekitar 80 persden senjata diproduksi sendiri di Gaza," kata Ben-David, menyebut klaim Netanyahu tentang penyelundupan senjata melalui koridor tersebut "tidak akurat."
Baca juga: Mesir Mencak-mencak, Bantah Netanyahu yang Bilang Koridor Philadelphia Jadi Jalur Senjata Hamas
Pekan lalu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan bahwa penarikan militer Israel dari Koridor Philadelphia tidak menimbulkan masalah keamanan bagi Israel.
Selama berbulan-bulan, AS, Qatar, dan Mesir telah berupaya mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun, upaya mediasi terhenti karena penolakan Netanyahu untuk memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.
Israel terus melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Lebih dari 40.800 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas sejak saat itu dan hampir 94.300 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang terus berlanjut di daerah kantong itu telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, sehingga sebagian besar wilayah itu hancur.
Israel menghadapi tuduhan genosida atas tindakannya di Gaza di Mahkamah Internasional.
Netanyahu Tak Tertarik Gencatan Senjata
Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, memperingatkan adanya kemungkinan "perang abadi" di Gaza.
Hal ini disampaikan Lapid dalam pernyataannya yang menyebut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tak berniat mewujudkan gencatan senjata di wilayah kantong itu.
Sebab, kata Lapid, Netanyahu lebih suka perang, ketimbang harus menghadapi tantangan internal dari rakyatnya sendiri.
"Dia lebih suka perang karena perang membebaskannya dari kebutuhan menghadapi tantangan internal," ungkap Lapid dalam pernyataannya, Rabu (4/9/2024), dikutip dari Independent.
Diketahui, pemerintahan Netanyahu tengah menghadapi kecaman keras dari rakyat Israel yang mendesak pertukaran sandera dengan Hamas segera disepakati.
Namun, Netanyahu terus menunda kesepakatan itu dan bersikeras mempertahankan militer Israel di Koridor Philadelphia.
Terkait hal itu, Lapid menilai Israel bisa menghadapi situasi tersebut asalkan Netanyahu mundur dari jabatannya dan perang di Gaza berakhir.
"Kita tahu bagaimana menghadapi tantangan internal, kita pernah melakukannya sebelumnya."
"Sudah saatnya mengganti pemerintahan dan mengakhiri perang (di Gaza)," urai dia.
Diketahui, pada Rabu, ribuan warga Israel menggelar aksi protes untuk mendesak pemerintah agar menyetujui kesepakatan gencatan senjata demi pembebasan sandera.
Aksi protes itu berlangsung di dekat markas besar tentara di Tel Aviv, di depan rumah menteri rezim Netanyahu, serta kota-kota lain.
Baca juga: Analis Militer: Ancaman Terbesar Israel Berasal dari Internal, Bukan Hizbullah Ataupun Iran
Para pengunjuk rasa membawa bendera Israel dan gambar enam sandera yang baru-baru ini ditemukan tewas di Gaza.
Mereka meneriakkan agar pemerintah menyetujui kesepakatan gencatan senjata.
"Mereka bisa saja dibawa kembali hidup-hidup. Mereka (Pemerintah) yang menelantarkan mereka (sandera), wajib mengembalikan mereka (sandera)," teriak pengunjuk rasa, menurut harian Israel, Yedioth Ahronoth, dikutip Anadolu Ajansi.
Hingga saat ini, Netanyahu diketahui masih bersikeras mempertahankan kehadiran militer Israel di Koridor Philadelphia.
Keinginannya itu berisiko menggagalkan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, menurut media Amerika Serikat (AS).
Ngototnya Netanyahu soal Koridor Philadelphia telah "menjadi hambatan utama bagi gencatan senjata dan perjanjian pembebasan sandera dengan Hamas," lapor Washington Post, mengutip pejabat AS yang berperan sebagai mediator bersama Qatar dan Mesir.
AS Klaim 90 Persen Kesepakatan Gencatan Senjata Disetujui
Sementara itu, pejabat senior AS mengatakan 90 persen persyaratan gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera telah disepakati.
Tapi, ia menyebut masalah penting soal pertukaran sandera dan Koridor Philadelphia, belum menemui jalan keluar.
"Sembilan puluh persen dari kesepakatan ini telah disetujui, dan kesepakatan ini didasarkan pada persyaratan yang bahkan Hamas cantumkan dalam proposal mereka sendiri," kata pejabat tersebut, Rabu, yang berbicara dengan syarat anonim, kepada wartawan.
Baca juga: Sandera Israel Bongkar Kelicikan Netanyahu: Dia Mencoba Membunuh Kami, tapi Hamas Melindungi Kami
Ia mengatakan kesepakatan tersebut, yang telah dinegosiasikan selama berbulan-bulan, terdiri dari 18 paragraf, 14 di antaranya telah "selesai".
Ia juga menekankan, fase pertama dari kesepakatan tiga fase tersebut tidak pernah mencakup "penarikan penuh pasukan Israel."
Tapi, pejabat itu mengungkapkan, lagi-lagi persoalan Koridor Philadelphia menjadi hambatan dalam mencapai kesepatan gencatan senjata.
"Perjanjian tersebut menyatakan mereka menarik diri dari semua wilayah yang berpenduduk padat, dan muncul perselisihan mengenai Koridor Philadelphia," pungkasnya.
Israel memperkirakan lebih dari 100 sandera masih ditahan oleh Hamas di Gaza, beberapa di antaranya diyakini telah terbunuh.
Selama berbulan-bulan, Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir telah berupaya mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun, upaya mediasi terhenti karena Netanyahu menolak memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.
(oln/anadolu/*)