Lebanon Negara yang Dikenal Swiss-nya Timur Tengah Itu Kini Diambang Kehancuran Akibat Perang Israel
Negara di Asia Barat tersebut, terutama ibu kotanya Beirut, merupakan kota tujuan wisata bagi para turis-turis terkaya di dunia.
Editor: Hasanudin Aco
Ini dimulai pada tanggal 13 April 1975, ketika Phalangist, milisi Kristen Maronit, menyerang sebuah bus yang membawa warga Palestina ke kamp pengungsi di Tall al-Zatar, yang meningkatkan ketegangan yang ada menjadi konflik yang lebih luas.
Perang tersebut berakar pada perpecahan sektarian yang mendalam antara umat Kristen dan Muslim, kesenjangan sosial ekonomi, dan kehadiran Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Lebanon.
PLO , yang diusir dari Yordania setelah adanya upaya pembunuhan terhadap Raja Hussein , berkumpul kembali di Lebanon.
Keterlibatan PLO cukup signifikan.
Umat Muslim dan kaum kiri di Lebanon mendukung gerakan tersebut, sementara umat Kristen menentangnya karena khawatir gerakan tersebut akan merusak dominasi politik mereka.
Invasi Israel pada tahun 1982 bertujuan untuk menyingkirkan pasukan PLO dan menyebabkan pengepungan Beirut, yang berpuncak pada pengusiran PLO di bawah pengawasan internasional.
Periode ini juga menyaksikan munculnya kelompok Syiah, termasuk Hizbullah yang didukung Iran.
Antara tahun 1976 dan 1988, konflik internal dan berbagai upaya perdamaian yang gagal mewarnai perang, memperumit situasi dengan banyaknya faksi dan kekuatan eksternal yang terlibat.
Perjanjian Taif, yang ditengahi oleh Liga Arab pada tahun 1989, menandai dimulainya berakhirnya perang, yang berujung pada pemilihan presiden baru, Elias Hrawi, dan demobilisasi milisi secara bertahap.
Namun, Hizbullah tetap menjadi kekuatan yang kuat.
Lebanon Mulai Ambruk Perlahan
Lebanon mengalami krisis ekonomi yang parah karena pemerintahan demi pemerintahan membuat keuangan negara terlilit utang setelah perang saudara.
Bank-bank di sana kolaps, orang-orang kehilangan rekening tabungan atau dana mereka tidak dapat diakses.
Hal ini merupakan hasil dari elit sektarian yang terus menerus dan banyak meminjam, demikian laporan Reuters.
Beberapa pakar telah menyebutkan bagaimana sistem keuangan Lebanon merupakan skema Ponzi yang diatur secara nasional, di mana uang baru diambil untuk membayar kreditor yang ada. Skema ini berjalan hingga uang baru berhenti mengalir.