Nikaragua Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel, Sebut Rezim Netanyahu Pemerintah Fasis
Nikaragua putus hubungan diplomatik dengan Israel. Wakil Presiden Rosario Murillo sebut rezim Netanyahu pemerintah fasis dan penjahat perang.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Nikaragua mengumumkan pemutusan hubungan diplomatiknya dengan Israel.
Keputusan ini sebagai tanggapan atas genosida brutal yang terus dilakukan oleh pemerintah fasis dan penjahat perang terhadap rakyat Palestina.
“Presiden kami meminta Kementerian Luar Negeri untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah fasis dan kriminal Israel,” kata Wakil Presiden Nikaragua, Rosario Murillo, dalam pernyataannya, Jumat (11/10/2024) kemarin, seperti diberitakan Al Araby.
Nikaragua juga menyoroti agresi Israel yang kini meluas ke Lebanon, dan secara serius mengancam Suriah, Yaman, dan Iran.
Kemarin, Kongres Nikaragua mengeluarkan resolusi yang menuntut pemerintah mengambil tindakan bertepatan dengan peringatan perang Israel di Gaza.
Keputusan ini terutama bersifat simbolis dan politis, dan pertukaran antara kedua negara hampir tidak ada karena Israel juga tidak memiliki duta besar di Managua, Nikaragua.
Pada 28 Maret 2017, Nikaragua dan Israel memulihkan hubungan diplomatik di antara mereka, setelah Presiden Nikaragua, Daniel Ortega memutuskan hubungan mereka pada tahun 2010.
Pada Februari 2024, Nikaragua secara resmi meminta untuk bergabung dalam kasus genosida yang diajukan oleh Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).
"Nikaragua menganggap tindakan Israel merupakan pelanggaran terhadap kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida," kata ICJ dalam pernyataannya pada Februari lalu.
Afrika Selatan dan Israel telah diundang untuk menyampaikan pengamatan tertulis mengenai permohonan Nikaragua untuk izin intervensi sebagai pihak.
Baca juga: Afrika Selatan Akan Bawa Bukti Baru Genosida Israel di Gaza ke Pengadilan ICJ
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Saat ini, Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 42.126 jiwa dan 98.117 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Sabtu (12/10/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Wafa Palestine.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel