Analisis Korut vs Korsel : Eskalasi Konflik yang Diprovokasi Amerika
Ketegangan di Semenanjung Korea diprovokasi kampanye AS dalam usahanya mengokohkan kehadiran militer AS di dekat Tiongkok.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Militer Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) telah menempatkan unit artileri di sepanjang perbatasan dalam keadaan siaga tinggi.
Langkah ini dilakukan setelah Pyongyang menuduh Korea Selatan menerbangkan pesawat nirawak di atas Pyongyang untuk menyebarkan selebaran anti-Korea Utara.
Rezim Kim Jong-un menyebutnya sebagai provokasi militer dan pelanggaran kedaulatannya.
Pesan baru yang ditunjukkan Pyongyang, mereka meledakkan ruas jalan perbatasan yang menghubungkan kedua Korea itu.
Baca juga: BREAKING NEWS : Korea Utara Ledakkan Jalan Perbatasan ke Korea Selatan
Baca juga: Korea Utara Bakal Blokir Permanen Korea Selatan, Putus Semua Jalur dan Rel Kereta Antara 2 Negara
Pertukaran retorika perang terbaru antara Pyongyang dan Seoul adalah hasil "provokasi yang didukung AS yang ditujukan untuk meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea."
Hal ini dikemukakan analis geopolitik dan mantan marinir AS, Brian Berletic, kepada saluran berita Sputnik, Selasa (15/10/2024).
Menurutnya, ini juga tipu muslihat untuk mempertahankan pembenaran atas kehadiran militer AS yang telah lama di semenanjung itu.
Kehadiran yang tidak hanya terus mengancam perdamaian di dua Korea, tetapi juga untuk memungkinkan militer AS terus mengancam Tiongkok di dekatnya.
Direktur Keamanan Nasional Korea Selatan Shin Won memperingatkan akan menjadi bunuh diri bagi Korea Utara untuk memulai perang.
"Pesawat nirawak yang diduga menyebarkan propaganda di atas ibu kota Korea Utara merupakan kelanjutan dari proyek yang didanai Departemen Luar Negeri AS.
Kampanye di bawah gerakan jempol kebebasan yang diinisiasi Yayasan Hak Asasi Manusia yang berpusat di New York.
Awal tahun ini, Departemen Luar Negeri AS sendiri menyuarakan dukungannya terhadap upaya untuk menyebarkan propaganda secara fisik menggunakan balon di atas wilayah Korea Utara.
Penggunaan pesawat nirawak yang memiliki jangkauan lebih jauh dan dapat menyampaikan propaganda dengan lebih akurat.
“Ini langkah logis dalam kampanye subversi yang didukung pemerintah AS ini," kata Berletic.
Ketegangan yang meningkat di Semenanjung Korea memperlihatkan bagaimana AS mendorong beberapa ketegangan dan potensi konflik paling berbahaya di bumi.
“Tidak hanya di Ukraina dan di seluruh Timur Tengah, tetapi juga di Asia Timur, termasuk di Semenanjung Korea," katanya.
Kapal induk USS Carl Vinson, kiri, berlayar bersama kapal perusak Aegis Angkatan Laut Korea Selatan King Sejong the Great.
Turut serta pula kapal perusak Aegis Pasukan Bela Diri Maritim Jepang Kongou di perairan internasional di pantai selatan Semenanjung Korea.
Berletic melanjutkan analisnya sembari mengingatkan reaksi histeris Washington terhadap "balon cuaca China" yang terbang di atas benua AS pada bulan Februari 2023.
Saat itu jet tempur F-22 Raptor dikerahkan untuk menembak jatuh balon tersebut dan retorika konfrontatif ditujukan ke Beijing "untuk membenarkan kebijakan yang lebih agresif terhadap China."
"Dengan mengingat hal ini, reaksi Korea Utara tampaknya sesuai dengan 'norma' yang telah ditetapkan AS sendiri,” tegas Berletic.
Pyongyang, terlepas dari retorikanya, patut dipuji karena menunjukkan kesabaran tak terbatas dalam menanggapi provokasi AS yang bertubi-tubi.
Termasuk menurutnya hasutan yang disponsori negara AS yang bertujuan untuk mengganggu stabilitas dan menggulingkan pemerintah Korea Utara.
"Kemungkinan besar Korea Utara akan mempertahankan pola protes keras ini sambil menunjukkan kesabaran militernya,” lanjutnya.(Tribunnews.com/Sputnik/xna)