Netanyahu Ingin Normalisasi Hubungan dengan Negara-negara Arab setelah Kalahkah Hamas dan Hizbullah
Benjamin Netanyahu berharap dapat mencapai kesepakatan damai dengan lebih banyak negara Arab, setelah perang melawan Hamas dan Hizbullah selesai.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan pada hari Senin (28/10/2024) bahwa ia berharap dapat mencapai kesepakatan damai dengan lebih banyak negara Arab, setelah perang melawan Hamas dan Hizbullah selesai, Reuters melaporkan.
"Sehari setelah Hamas tidak lagi menguasai Gaza dan Hizbullah tidak lagi menguasai perbatasan utara kami, kami sedang menyusun rencana untuk menstabilkan kedua front tersebut,"
"Namun, hari berikutnya mencakup hal lain yang sangat penting," kata Netanyahu dalam pidatonya di parlemen.
"Saya bercita-cita untuk melanjutkan proses yang saya pimpin beberapa tahun lalu dalam penandatanganan Perjanjian Abraham yang bersejarah , dan mencapai perdamaian dengan lebih banyak negara Arab," katanya.
Israel, berdasarkan Perjanjian 2020 yang ditengahi AS, menormalisasi hubungan dengan empat negara Arab – Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan.
Sejak saat itu, Israel, dengan dukungan AS, telah berupaya untuk mengikutsertakan negara-negara lain, khususnya Arab Saudi.
Riyadh mengatakan tidak akan mengakui Israel tanpa pembentukan Negara Palestina.
"Negara-negara ini, dan negara-negara lain, melihat dengan jelas pukulan yang kami berikan kepada mereka yang menyerang kami, poros kejahatan Iran," katanya. "Mereka bercita-cita, seperti kami, untuk Timur Tengah yang stabil, aman, dan makmur."
Negara Palestina
Dikutip dari Arab News, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS) pada Rabu (18/9/2024) kemarin menegaskan kalau Arab Saudi tidak akan mengakui Israel tanpa berdirinya negara Palestina.
"Kerajaan tidak akan menghentikan kerja kerasnya untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," kata MBS.
Laporan tersebut menjelaskan kalau MBS memutuskan agar Arab Saudi tidak menjalin kerja sama dengan Israel.
"Kami menegaskan bahwa Kerajaan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa itu," kata putra mahkota.
Baca juga: Putin: Perang Gaza Harus Diakhiri dengan Berdirinya Negara Palestina
Ia juga memuji negara-negara yang telah mengakui negara Palestina sebagai perwujudan legitimasi internasional.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud pada Kamis (26/9/2024), mengumumkan dibentuknya koalisi global untuk mendirikan negara Palestina.
Aliansi Global untuk Implementasi solusi dua negara (Israel-Palestina) diluncurkan selama pidato Pangeran Faisal bin Farhan pada pertemuan yang melibatkan Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Norwegia.
Pangeran Faisal menambahkan bahwa inisiatif tersebut merupakan upaya bersama Arab dan Eropa.
"Kami akan melakukan segala upaya untuk mencapai rencana yang andal dan tidak dapat diubah untuk perdamaian yang adil dan menyeluruh," katanya, dikutip dari Al Arabiya.
Pria berusia 49 tahun itu menegaskan kembali perlunya bergerak secara kolektif untuk membuat keputusan yang akan menghasilkan hasil nyata menuju gencatan senjata secepatnya.
"Yang terpenting adalah negara Palestina yang merdeka," katanya.
Pangeran Faisal mengatakan pertemuan pertama koalisi global tersebut akan diadakan di Riyadh.
Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell mengatakan, pertemuan lanjutan pertama juga akan diadakan di Riyadh dan Brussels.
Sementara itu, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS)pada Rabu (25/9/2024) mengatakan, Arab Saudi tidak akan mengakui Israel tanpa negara Palestina.
"Kerajaan tidak akan menghentikan kerja kerasnya untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, dan kami menegaskan bahwa Kerajaan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa itu," kata Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman minggu lalu dalam pidatonya di hadapan Dewan Syura.
Hizbullah klaim serangan pesawat nirawak terhadap pasukan Israel
Kelompok bersenjata Lebanon mengatakan pihaknya melancarkan tiga serangan pesawat tak berawak terhadap pasukan Israel di pemukiman Manara, Kafr Jaladi dan Za'rit di Israel utara.
Militer Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa (29/10/2024) pagi bahwa lima rudal melintas dari Lebanon pada pukul 23:27 waktu setempat pada Senin (28/10/2024) malam dan beberapa di antaranya berhasil dicegat, sementara sisanya jatuh di daerah terbuka.
Perang Israel Hamas
Inilah yang terjadi semalam:
- Hamas dan Jihad Islam Palestina mengecam undang-undang Israel yang melarang UNRWA, dan menyebutnya sebagai bagian dari "perang Zionis" terhadap Palestina dan "eskalasi genosida" di Gaza.
- Sekjen PBB Antonio Guterres juga menyatakan kekhawatirannya yang mendalam, dengan mengatakan tidak ada "alternatif lain selain UNRWA"dan penerapan undang-undang tersebut dapat menimbulkan "dampak yang menghancurkan" bagi Palestina.
- Larangan Israel, yang akan berlaku dalam 90 hari, juga menuai kecaman dari Australia, Belgia, Yordania, Irlandia, Norwegia, Slovenia, Spanyol, Swiss, dan Inggris.
- Di Gaza, pasukan Israel melanjutkan serangannya, menewaskan sedikitnya tujuh warga Palestina di Beit Lahiya, dan membakar sekolah UNRWA di Jabalia.
- Militer Israel mengatakan seorang prajurit lainnya tewas akibat luka yang diderita selama pertempuran di Gaza utara, sehingga jumlah korban tewas di kalangan pasukan Israel sejak perang dimulai menjadi 772.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.