Being 737 Jeju Air Nahas Sehari Terbang ke 4 Negara, Perawatan Pra-Keberangkatan Cuma 28 Menit
Jadwal pemeliharaan yang ketat menimbulkan kekhawatiran bahwa Jeju Air lebih mengutamakan efisiensi operasional dibandingkan keselamatan penerbangan.
Penulis: Choirul Arifin
Pesawat tersebut terpaksa kembali ke bandara segera setelah lepas landas.
“Fakta bahwa pesawat lain dengan model yang sama dari maskapai yang sama mengalami masalah serupa menyoroti masalah sistemik,” kata seorang pakar penerbangan.
Kini semakin banyak seruan dalam industri penerbangan untuk memperpanjang waktu pemeliharaan yang diwajibkan dan merombak jadwal penerbangan LCC.
“Pemeliharaan menyeluruh membutuhkan waktu lebih lama. Maskapai penerbangan mungkin perlu mengorbankan satu segmen penerbangan atau mendedikasikan sumber daya tambahan untuk inspeksi,” kata mantan kepala pemeliharaan tersebut.
Manajemen Jeju Air Tak Malu Disalahkan
Namun Jeju Air membela praktik standar operasi yang mereka jalankan selama ini.
“Kami benar-benar mematuhi jadwal yang direncanakan dan melakukan inspeksi sebelum dan sesudah penerbangan secara menyeluruh,” kata Song Kyung-hoon, kepala dukungan manajemen maskapai tersebut, dalam konferensi pers pada 28 November.
“Operasi kami tidak dapat dikategorikan sebagai berlebihan atau terburu-buru,” kata dia.
Meskipun Jeju Air melakukan pembelaan, masih ada pertanyaan apakah strategi operasionalnya memprioritaskan keuntungan dibandingkan keselamatan.
Regulator penerbangan dan pemangku kepentingan industri kini berada di bawah tekanan untuk menilai kembali pedoman yang ada, khususnya waktu perawatan minimum yang diperlukan untuk pesawat, untuk mencegah tragedi di masa depan.
Seorang mekanik yang bekerja di industri ini menggambarkan lingkungan yang penuh tekanan dalam jadwal pemeliharaan di maskapai penerbangan low cost carrier.
“Kami berpacu dengan waktu. Pemeriksaan selama 28 menit hampir tidak memberikan waktu untuk memastikan pesawat layak terbang. Sesuatu yang lebih detail tidak sesuai dengan timeline," kata dia.
“Sudah waktunya untuk mengutamakan keselamatan daripada keuntungan. Nilai minimum saja tidak cukup ketika nyawa dipertaruhkan,” kata mantan kepala pemeliharaan pesawat dikutip Korea Times.
Investigasi atas kecelakaan tersebut terus berlanjut, dan komunitas penerbangan bersiap menghadapi perubahan signifikan dalam praktik pemeliharaan dan operasional setelah tragedi tersebut.
Artikel dari Hankook Ilbo ini diterjemahkan dengan sistem AI generatif dan diedit oleh The Korea Times.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.