Pemimpin HTS dan Sekutunya Diberikan Pangkat Militer Senior, Mantan Tentara Assad Tidak Senang
Keputusan pemimpin de facto baru Suriah untuk memberikan gelar militer tinggi kepada komandan HTS, termasuk pejuang asing, rupanya menimbulkan kritik.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
Rahman Hussein al-Khatib (Yordania), Omar Mohammed Jaftchi (Turki), dan Abdul Aziz Dawoud Khodabardi (minoritas Turkistan dari Tiongkok) menerima pangkat Brigadir Jenderal.
Beberapa perwira Suriah yang membelot dan sebelumnya berpangkat tinggi serta memiliki pengalaman militer yang luas menganggap promosi ini sebagai tanda bahwa pemerintahan baru berencana mengandalkan komandan lapangan dari faksi pemberontak untuk membentuk tentara nasional yang bersatu.
Namun, mereka menegaskan bahwa membangun kembali tentara membutuhkan keahlian akademis, yang tidak dimiliki oleh banyak komandan lapangan ini, meskipun mereka memiliki pengalaman tempur di medan perang.
Seorang komandan SNA yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Al-Araby Al-Jadeed, yang berafiliasi dengan The New Arab, bahwa Ahmed al-Sharaa tidak memiliki kewenangan untuk memberikan pangkat militer.
Menurutnya, wewenang ini seharusnya hanya dimiliki oleh presiden, setelah konstitusi disusun dan pemilu dilaksanakan.
Ia juga mempertanyakan pemberian pangkat kepada warga negara asing di angkatan darat yang belum memiliki kewarganegaraan resmi Suriah, serta menegaskan bahwa Kepala Staf Angkatan Darat harus merupakan lulusan akademi militer yang diakui.
Sementara itu, perguruan tinggi militer yang didirikan oleh Ahmed al-Sharaa di Idlib dikatakan tidak diakui sama sekali.
Kolonel yang membelot dan analis militer Fayez al-Asmar mengatakan bahwa daftar promosi ini merupakan masalah sensitif bagi masyarakat Suriah.
Ia menjelaskan bahwa ada ribuan perwira yang membelot, termasuk brigadir, kolonel, dan perwira lainnya, seharusnya diakui oleh pimpinan baru dan dijadikan bagian penting dalam membangun kembali militer.
Hal itu sebagai bentuk penghargaan atas risiko besar yang mereka ambil selama pembelotan mereka dari tentara Assad.
Ia juga menekankan bahwa pemimpin militer baru harus memiliki latar belakang akademis dan militer yang kuat agar mampu menangani tugas restrukturisasi tentara.
Baca juga: Media Rusia Laporkan Peningkatan Penculikan dan Pembunuhan di Bawah HTS, Korban Sebagian Besar Alawi
"Organisasi dan metode pertempuran faksi-faksi revolusioner sangat berbeda dari militer profesional yang terstruktur dan hierarkis," imbuhnya.
Meskipun ia mengakui bahwa seorang Menteri Pertahanan boleh berasal dari kalangan sipil, ia percaya bahwa Kepala Staf dan komandan militer lainnya harus merupakan prajurit terlatih.
Diperkirakan ada sekitar 5.000 prajurit yang membelot dari tentara Suriah selama perang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.