Gangguan Nyeri Berkepanjangan Bisa Picu Depresi
Nyeri menimbulkan gangguan tidur, penurunan produktivitas, tingginya angka bolos kerja, ketidakmampuan beraktivitas, hingga ketergantungan pada orang
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gangguan nyeri dapat menimbulkan dampak besar baik bagi penderita maupun orang-orang di sekitarnya.
Nyeri menimbulkan gangguan tidur, penurunan produktivitas, tingginya angka bolos kerja, ketidakmampuan beraktivitas, hingga ketergantungan pada orang lain.
"Secara psikologik, nyeri berkepanjangan memicu hadirnya depresi, kemarahan, dan ansietas serta dapat mencetuskan kecanduan obat pereda nyeri,” kata dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, pakar nyeri dari Klinik Nyeri dan Tulang Belakang Jakarta, Jumat (11/9/2015).
Mahdian mengatakan, nyeri juga merupakan gangguan yang cukup banyak menghabiskan anggaran kesehatan.
"Sayangnya, nyeri seringkali diabaikan dan hanya dianggap sebagai gejala, bukan sebagai penyakit tunggal yang perlu diobati," katanya.
Nyeri menjadi keluhan tersering saat seseorang ke dokter. Institute of Medicine of The National Academies, mencatat ada 100 juta penduduk Amerika Serikat yang mengalami nyeri setiap tahunnya.
"Angka ini jauh melampaui jumlah penderita diabetes, penyakit jantung koroner, dan kanker yakni sekitar 61 juta penderita per tahun," katanya.
Berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosi tidak menyenangkan yang dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan dan atau hal yang berpotensi menimbulkan kerusakan jaringan.
"Penanganan nyeri bersifat kompleks dan memerlukan pemeriksaan seksama. Penilaian dan pengelolaan nyeri yang tidak mumpuni dapat berujung pada nyeri yang tidak kunjung sembuh," katanya.
Tiap pasien yang mengalami trauma berat atau menjalani pembedahan perlu mendapatkan penanganan nyeri yang sempurna. Jika tidak, nyeri dapat menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang memengaruhi semua sistem di tubuh dan memperberat kondisi pasien.
Derajat nyeri umumnya bersifat individual dan sangat dipengaruhi faktor genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.