BKKBN dan UNFPA Luncurkan Laporan Situasi Kependudukan Dunia 2018
Klaus Beck, mengatakan, ketika hak seseorang dibatasi, mereka akan sulit mencapai potensi yang ada dalam diri mereka
Penulis: Ria anatasia
Editor: Sanusi
![BKKBN dan UNFPA Luncurkan Laporan Situasi Kependudukan Dunia 2018](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/bkkbn_20181017_193127.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama United Nations Population Fund (UNFPA) melaporkan situasi kependudukan dunia di 2018.
Laporan ini menggarisbawahi soal transisi demografi dan pemenuhan hak bagi setiap individu dan pasangan untuk memperoleh kesehatan reproduksi.
Sekretaris Utama BKKBN, H. Nofrijal menjelaskan laporan tersebut akan dijadikan pembelajaran dalam melaksanakan program keluarga berencana (KB) yang memberi pilihan atau memenuhi hak reproduksi bagi masyarakat Indonesia.
"Tentu saja semua itu harus bersandarkan pada norma hukum dan norma sosial yang berlaku di negara kita ini, sehingga program yang kita jalankan tidak hanya mendapatkan legitimasi dari dunia internasional, namun juga berdasarkan mandat dari negara serta legitimasi dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan yang kita laksanakan," ujar dia dalam pemaparan Laporan Situasi Kependudukan Dunia – State of World Population (SWOP) Report tahun 2018 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (17/10/2018).
Nofrijal menjelaskan pemetaan kategori situasi transisi demografi berdasarkan provinsi di Indonesia, yang terbagi dalam daerah dengan bonus demografi selesai, sedang berjalan, dan belum menandakan adanya bonus demografi.
Provinsi dengan transisi demografi lanjut (Bonus demografi selesai) yang angka rasio ketergantungan 40-45 persen antara lain: DKI Jakarta, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali dan Sulawesi Utara.
Sementara wilayah yang sedang mengalami kenaikan jumlah penduduk produktif, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi, Jawa Barat, Bengkulu, Kepulauan Babel, Banten, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, dan Gorontalo dengan angka ketergantungan 46-49 persen.
Provinsi yang belum menunjukkan tanda-tanda menuju bonus demografi, yaitu provinsi dengan dependency ratios 60-69 persen antara lain Sulawesi tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, NTT, Papua Barat, Papua dan Kalimantan Utara.
"Untuk menerapkan berbagai program KB, kita harus memahami kondisi satu daerah ke yang lain, bagaimana kependudukannya. Pendekatan dan sosialisasi yang dilakukan ke masyarakat menyesuaikan kondisi tersebut. Makanya kita juga adakan kampung KB di beberapa daerah untuk mencapai target," jelasnya.
Hak Kesehatan Reproduksi
Dalam kesempatan yang sama, perwakillan UNFPA untuk Filipina, Klaus Beck menekankan pentingnya memberi pilihan bagi setiap individu terkait kesehatan reproduksi.
"Tren menciptakan keluarga dengan jumlah anak lebih sedikit semakin berkembang baik di Asia maupun Pasifik. Semua orang berhak menentukan seberapa banyak mereka ingin punya anak, tapi harus memenuhi hak atas kesehatan, pendidikan, sosial individu di keluar tersebut," kata dia.
Dia mengatakan, ketika hak seseorang dibatasi, mereka akan sulit mencapai potensi yang ada dalam diri mereka.
Terutama bagi seorang wanita, lanjutnya, berhak menentukan pilihan terkait menikah atau mempunyai keturunan berdasarkan kesehatan fisik dan mentalnya.
"Ketika perempuan punya kuasa untuk mencegah atau menunda kehamilan, misalnya, dia punya kontrol terhadap kesehatannya atau sebagian bisa mencapai karir yang mereka idamkan. Saya rasa penting bagi mereka bisa menentukan pilihan hidup selama mereka punya informasi yang cukup." (IKLAN)