Perkuat Pertahaan Ego Untuk Hindari Gangguan Mental Akibat Kerusuhan
Situasi panas akibat sengketa hasil Pemilu 2019 yang berujung pada kerusuhan 22 Mei, dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kondisi yang memanas akhir-akhir ini akibat sengketa hasil Pemilu 2019 yang berujung pada kerusuhan 22 Mei, dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental.
Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan, dr. Laurentius Panggabean menyebutkan bagi yang kondisi kesehatannya masih normal dapat mengatasi dengan mekanisme pertahanan ego.
Pertahanan ego tersebut dapat menghindari rasa panik atau cemas berlebih yang dapat menyebabkan gangguan pada mental.
Kekuatan pertahanan ego seseorang pun bergantung juga pada daya tahan mental seseorang.
Baca: Ustaz Arifin Ilham Semalam Dikebumikan, Alvin Faiz Kangen dan Titip Salam Lewat Istri Ketiga Ayahnya
Baca: Lima Orang Jadi Tersangka Kasus Ambulans Bawa Batu Saat Aksi Massa 22 Mei
“Bisa mentrigger, tetapi sakit tidaknya tergantung daya tahannya atau dikenal dengan istilah mekanisme pertahanan ego,” tutur Laurentius.
“Ada orang yang melihat keadaan ini sebagai sesuatu yang harus dialami dalam perkembangan demokrasi, jadi menganggap wajar saja. Ada juga yang panik menganggap ini adalah akhir dari semuanya,” sambung Laurentius kepada Tribunnews.com, Jumat (24/5/2019).
Baca: Pesan Almarhum Ustaz Arifin Ilham Kepada Anaknya Singgung Bahasa Cebong dan Kampret
Rasa panik bisa timbul dalam beberapa menit lalu setelahnya mereda dan ada juga yang bisa dialami setiap hari atau mungkin sekali dalam seminggu atau bulan.
Kemudian, panik juga dapat menimbulkan gejala lainnya seperti rasa tidak lega saat bernafas, keringat dingin, diare, maupun banyak buang air kecil.
Jika sudah diikuti dengan gejala jantung berdebar kencang, mual hingga sakit lambung dan rasa sakit berlebih lainnya sebaiknya segera mencari pertolongan ke dokter kejiwaan untuk agar dibantu dengan intervensi obat-obatan.
“Sering diagnosa bukan gangguan cemas atau panik sehingga obatnya tidak tepat. Yang menolong pasien panik ini dokter yang memahami tentang kejiwaan atau dokter spesialis kedokteran jiwa atau psikiater,” papar Laurentius.
Sementara itu pada mereka yang sudah mengalami gangguan kejiwaan, jika ada masalah yang menimbulkan panik berlebih sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter untuk segera mendapat penanganan.
“Bagi pasien yang menderita kecemasan bisa memicu kecemasan sehingga dianjurkan untuk menaikkan dosis agar cemasnya hilang,” pungkas Laurentius.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.