Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Dini.id Bantu Orangtua Tangani Anak dengan Speech Delay

Menyebutkan kata seperti ‘mama’ dan ‘papa’ saja haruslah sudah bisa dilakukan sang anak bahkan sebelum menginjak 12 bulan.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Dini.id Bantu Orangtua Tangani Anak dengan Speech Delay
HandOut/Istimewa
Peluncuran Dini.id oleh dr.Anggia Hapsari, SpKJ (K), Sabtu (31/8/2019). 

TRIBUNNEWS.COM - Speech delay merupakan sebuah istilah kesehatan di mana anak mengalami keterlambatan dalam berbicara.

Bukan istilah yang terdengar asing lagi, karena jumlah anak yang mengalami speech delay memang sudah banyak.

Lantaran penting, para orangtua sebaiknya wajib mengetahui standar perkembangan anak yang baik.

Menyebutkan kata seperti ‘mama’ dan ‘papa’ saja haruslah sudah bisa dilakukan sang anak bahkan sebelum menginjak 12 bulan.

“Tolak ukur perkembangan bicara dan bahasa itu sebagai tolak ukur perkembangan kognitif mereka, intelektual mereka. Jadi menentukan perkembangan pada tahap selanjutnya,” tutur dr Anggia Hapsari, SpKJ (K), Psikiater Konsultan Anak dan Remaja di Jakarta belum lama ini.

Menurut dr. Anggia, keterlambatan bicara yang dialami anak membuat mereka juga tidak nyaman.

Semua emosi seperti sedih, marah, dan kecewa, semuanya pasti dialami anak. Namun, speech delay menghambatnya.

Berita Rekomendasi

Selain itu, menurut dr. Anggia, ekspektasi yang terlalu tinggi pada anak juga merupakan satu di antara faktor penyebab speech delay.

Misal, budaya multikultural yang menuntut anak juga bisa berkomunikasi dalam banyak bahasa.

 “Contohnya, ada anak baru umur 3 tahun udah pakai 3 bahasa: Indonesia, Mandarin, Inggris. Anak yang nggak ada gangguan itu nggak masalah, tapi anak dengan gangguan itu kacau balau,” jelasnya.

Karena itu, tutur dr Anggia, mendampingi anak agar bisa mengejar ketertinggalannya wajib melibatkan orang tua. Komunikasi setiap hari dengan frekuensi yang sering haruslah menjadi kebiasaan yang diterapkan orang tua dengan anak.

“Dengan melatih anak untuk bisa mengucapkan kata-kata konsonan, misalnya, dilatih dengan flash card seperti itu,” katanya.

Selain itu, tambah dr Anggia, perlu digarisbawahi bahwa saat anak ingin bermain, tidak hanya diberikan mainan.

Bergabunglah dengan anak, agar stimulasi bisa diberikan sehingga anak bisa berkomunikasi dua arah, mengenal emosi, dan juga menambah kosakatanya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas