Perlu Kerjasama Pemerintah dan Industri Hadapi Ancaman Kenaikan Prevalensi Penyakit Kanker
Selama rumah sakit mempunyai kemampuan, kompetensi dan dokter spesialis yang bisa melakulan kemoterapi, bisa melakukan pelayanan kanker
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes RI M Subuh mengatakan Indonesia belum perlu menambah rumah sakit khusus kanker karena rumah sakit umum bisa menangani pasien kanker.
Hanya saja, perlu pemerataan pelayanan, seperti memperbanyak penyediaan alat radiasi, minimal satu di setiap provinsi.
"Saat ini hanya beberapa provinsi yang memiliki alat tersebut," kata Subuh di sela acara Jalan Sehat Karnaval Penyintas Kanker bersama Cancer Information and Support Center (CISC) di area Car Free Day, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (23/2/2020).
Dikatakannya selama rumah sakit mempunyai kemampuan, kompetensi dan dokter spesialis yang bisa melakulan kemoterapi, bisa melakukan pelayanan kanker.
Indonesia menghadapi ancaman kenaikan kasus kanker yang diprediksikan naik 7 kali lipat pada 2030 menurut World Health Organization.
Baca: Sembuh dari Kanker Ginjal, Vidi Aldiano Ngaku Grogi saat Nyanyikan Single Baru: Tadi Cukup Gagal
Baca: Manfaat Kersen atau Talok yang Sering Diabaikan, Obati Asam Urat, Redakan Demam hingga Cegah Kanker
Baca: Menjaga Sistem Imun, Hindari Stres Hingga Merawat Kesehatan Usus
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat prevalensi tumor/kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4 per 1.000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018.
Direktur Utama PT Ferron Par Pharmaceuticals, Krestijanto Pandji mengungkapkan perlunya kerja sama pemerintah dan dunia industri untuk menangani pasien kanker.
"Selain masyarakat perlu meningkatkan kesadaran hidup sehat, pemerintah dan industri perlu melakukan kerjasama yang kuat dalam hal penyediaan obat-obatan maupun alat medis terkait onkologi," katanya.
"Perlu kesinambungan, dalam artian kerja sama pemerintah dan industri dalam mengawal ppasien kanker tetap bisa dijaga," katanya.
Tapi, kata dia yang terpenting setiap ada pasien terkena atau terpapar kanker, pihak industri dan pemerintah ada obatnya.
Baca: RSCM Jakarta Kebanjiran, Pasien Tetap Dilayani, Kerusakan Alat Kesehatan Masih Dicek
Baca: Hari Kanker Sedunia, Aldi Taher Berbagi Semangat
Baca: Kisah Perjuangan Kakek Paimin Jadi Tukang Sampah Keliling di Jakarta Timur, Anak Derita Kanker Kulit
Saat ini di Indonesia terdapat 4 pabrik yang memproduksi obat kanker.
Salah satunya adalah fasilitas produksi milik PT Fonko International Pharmaceuticals yang juga bagian dari Dexa Group.
Ferron turut memasarkan produk obat kanker produksi dalam negeri buatan Fonko.
Krestijanto mengimbau pemerintah menggunakan obat obat dalam negeri daripada impor.
"Obat kanker buatan dalam negeri sebetulnya sudah memenuhi 80 persen kebutuhan dalam negeri," katanya.
Dengan demikian diharapkan obat buatan dalam negeri bisa menggantikan obat kanker impor karena kualitasnya setara.
"Produk dalam negeri yang kualitasnya bagus. Kita sudah ada 17 produk mulai dari breast cancer sampai lungs cancer. Obat itu ada di pasar Indonesia dan dibuat di Indonesia," katanya.