Keluarga Wajib Tahu, Ini Perbedaan Stunting dan Gizi Buruk!
Meski penurunan angka stunting cukup jadi kabar baik, belum berarti membuat para keluarga Indonesia bernapas tenang. Apalagi, merujuk data standar WHO
TRIBUNNEWS.COM - Data termutakhir Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) memaparkan angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 27,67 persen. Angka ini menunjukan penurunan dari 30,8 persen di tahun 2018.
Meski penurunan angka stunting cukup jadi kabar baik, belum berarti membuat para keluarga Indonesia bernapas tenang. Apalagi, merujuk data standar WHO, batas maksimal angka stunting adalah 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita.
Untuk itu, stunting menjadi isu yang cukup menguras perhatian pemerintah, tak terkecuali keluarga. Sebab, peran keluarga sangat diperlukan untuk berperan membantu pemerintah menurunkan angka stunting di Indonesia.
Namun, sebelum melangkah lebih jauh, masyarakat harus lebih dulu membedakan pengertian gizi buruk dan stunting. Bagi masyarakat awam, istilah stunting dan gizi buruk cenderung dianggap sama. Kenyataannya, dua hal ini sangat berbeda.
Kenali perbedaan gizi buruk dan stunting
Melansir jurnal National Institutes of Health mengenai malnutrisi kronis, gizi buruk sebenarnya terjadi dalam waktu singkat dan hanya pada periode tertentu. Misalnya, saat mengalami musibah banjir atau gempa bumi, anak akan mengalami asupan gizi buruk karena makanan yang dikonsumsi berkurang dan tidak bergizi. Atau, bisa juga karena depresi ekonomi yang menyebabkan kelangkaan makanan dan kemiskinan yang melanda suatu daerah.
Sedangkan stunting, mengutip Kementerian Kesehatan, adalah kondisi gagal tumbuh pada tubuh dan otak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan berpikir dan sulit mencerna pelajaran.
Bahkan, UNICEF dan VALID Nutrition sepakat bahwa stunting dapat disebut juga dengan gizi buruk kronis atau berkepanjangan.
Kekurangan gizi saat stunting terjadi sejak janin dalam kandungan hingga awal kehidupan anak (1.000 hari pertama kelahiran). Hal ini disebabkan oleh rendahnya akses keluarga terhadap makanan bergizi seimbang, asupan vitamin dan mineral, dan perilaku hidup bersih dan sehat. Hasilnya, anak kurang tinggi pada usia yang sama sekitar kurang dari 2 cm berdasarkan standardisasi WHO dan diikuti dengan berat badan yang kurang dari standar pada anak umumnya.
Jika dibandingkan, Anda akan menemukan fakta bahwa gizi buruk lebih temporal, terjadi dalam waktu yang singkat, dan pemulihan yang bisa diupayakan lebih cepat. Sedangkan stunting pada anak dapat berlangsung secara kronis dan tidak bisa diubah (irreversible).
Selain terhambatnya pertumbuhan fisik yang tak bisa diubah, anak stunting berisiko gampang sakit, kehilangan banyak kesempatan untuk belajar, berprestasi buruk, dan lebih rentan terkena penyakit kronis. Inilah yang membuat stunting menjadi masalah serius.
Meski tak bisa dihilangkan, stunting bisa dicegah dengan menambah nutrisi untuk perkembangan otak anak saat ibu sedang berada pada masa kehamilan. Cukupi kebutuhan zat besi, yodium, dan asam folat, hindari paparan asap rokok, dan rutin periksakan kandungan. Jangan lupa juga menjaga sanitasi dan kebersihan air.
Peran pemerintah untuk tekan angka stunting
Melansir Antara, pemerintah optimistis angka stunting semakin turun melalui kebijakan intervensi. Pemerintah melakukan intervensi dalam dua skema. Pertama, intervensi spesifik atau gizi dengan memberikan makanan tambahan untuk ibu hamil dan anak, suplementasi gizi, pemberian tablet tambah darah, dan konsultasi. Kedua, intervensi sensitif atau non gizi, seperti penyediaan sanitasi dan air bersih, lumbung pangan, alokasi dana desa, edukasi, sosialisasi dan sebagainya.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) juga aktif memberikan sosialisasi mengenai stunting dan fokus pada edukasi mengenai pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan anak agar masyarakat paham berkontribusi menurunkan risiko stunting yang--berbeda dari gizi buruk--tidak dapat dihilangkan hingga anak tumbuh dewasa.
Generasi muda juga dapat memulai memerhatikan kondisi hidup sehat dengan menerapkan porsi “Isi Piringku”. “Isi Piringku” merupakan gerakan yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan dan ikut dikampanyekan oleh Kemkominfo melalui sosialisasi di daerah.
Porsi “Isi Piringku” terdiri dari makanan pokok, yakni karbohidrat dengan porsi ⅔ dari ½ piring. Lengkapi lauk pauk dengan porsi ⅓ dari ½ piring. Setengah piring lainnya diisi dengan proporsi sayur-sayuran sebanyak ⅔ porsi dan buah-buahan ⅓ porsi.
Untuk itu, Kemkominfo menyelenggarakan Forum Sosialisasi Genbest untuk mengedukasi para siswa SMA, mahasiswa, serta anggota komunitas di berbagai wilayah di Indonesia seputar stunting, wawasan pemenuhan gizi yang seimbang, dan pola hidup sehat.
Kemkominfo berharap remaja dapat menjadi agen komunikasi dalam mensosialisasikan pencegahan stunting kepada teman sebaya mereka, baik melalui tatap muka maupun melalui sosial media dengan menggunggah tagar kampanye #SadarStunting.
Selain itu, para remaja bisa mendapatkan informasi lebih lanjut seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak juga dapat diakses melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid serta @infokompmk.
“Bapak Presiden memprioritaskan, berkomitmen kuat agar percepatan penurunan stunting bisa di bawah 20 persen. Ini sesuai dengan standar yang ditetapkan WHO yakni 20 persen,” Wiryanta, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemkominfo.
Wiryanta mengatakan, Kemkominfo aktif melakukan sosialisasi Genbest tersebut, dengan menggandeng semua pihak termasuk kaum milenial, untuk mengaungkan penerapan gaya hidup sehat demi generasi yang lebih baik.
“Stunting ini kelihatannya tidak terasa, tapi berdampak kuat, misalnya kekurangan gizi kronis yang menyebabkan secara fisik dan secara intelektual tingkat kecerdasan turun. Jika terjadi, kualitas SDM bisa kurang. Untuk itu, diupayakan pencegahan stutning, bekerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat dengan mengawali perilaku bersih dan sehat (PHBS),” lanjut dia.
Yuk, pemerintah dan keluarga Indonesia, bantu turunkan angka stunting di Indonesia untuk ciptakan generasi produktif di masa depan! (BJN*)
Penulis: Bardjan