Kenali Gejala Stres Akibat Pandemi hingga Solusinya
Pandemi virus corona (covid-19) membuat situasi sulit. Ada yang kehilangan pekerjaan, tidak bisa travelling, sebagian usaha juga mandek.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA – Pandemi virus corona (covid-19) membuat situasi sulit. Ada yang kehilangan pekerjaan, tidak bisa traveling, sebagian usaha juga mandek.
Untuk sebagian orang, kondisi tersebut membuat stres yang tak menutup kemungkinan berlanjut menjadi depresi, hingga muncul keinginan bunuh diri.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Dr Dian Pitawati, SpKJ mengatakan, perasaan cemas, panik, takut, tidak nyaman, sulit tidur, tidak bisa dianggap remeh.
Sebabnya keluhan-keluhan ini pun bisa mengenai kesehatan fisik, misalnya menjadi nyeri-nyeri, dan juga ke jantung.
Baca: Apa Itu Domscrolling Selama Pandemi? Ini Penjelasan Ahli, Disebut Ganggu Kesehatan Mental
“Gangguan cemas, lama-lama bisa merasakan gejala-gejala jadi keluhan klinis . keluhan itu bisa menjadi nyeri-nyeri, bahkan ke jantung. Sakit fisik yang parah dan stress tidak tertangani itu sudah kaya lingkaran setan, ngga bisa ditangani satu-satu,” papar dokter Dian saat IG Live yang diadakan Radiokesehatan, Kamis (10/9/2020).
Menurut dokter dari RSUP Fatmawati ini perasaan tidak nyaman saat pandemik juga bisa dianggap wajar mengingat beratnya kondisi saat ini.
Menajadi tidak wajar bila perasaan tersebut menjadi gangguan perilaku seperti menjadi marah-marah, mengurung diri, tidak mau berjumpa siapa-sapa dari hubungan social (walaupun saat pandemi memang tidak bisa bertemu langsung tapi bisa lewat media social, dan tercetus keinginan bunuh diri.
Baca: Aktivitas Masak Baik untuk Kesehatan Mental
Bila diri sendiri yang merasakan hal tersebut, sebaiknya dicarikan solusi ringan sampai konsultasi ke yang ahli.
Ia menyarankan ketika perasaan-perasaan itu muncul, harus kembali menjalani hidup sehat, istirahat yang cukup, olahraga, mengonsumsi makanan bergizi, serta lakukan relaksasi mandiri.
Napas diatur, menghirup udara pelan-pelan lewat hidung lalu mengeluarkan pelan-pelan lewat hidung dan mulut.
Relaksasi ini akan membuat pikiran menjadi lebih fokus, otot juga relaksasi, sehingga pikiran pun menjadi lebih tenang dan tidak ke mana-mana.
Selain itu ngobrol dengan teman atau keluarga yang bisa dipercaya juga bisa jadi solusi untuk meringankan beban pikiran. Pilih teman yang bisa mendengarkan, bukan menghakimi.
“Kita harus tahu dan mengenal orang yang akan kita ajak bicara. Begitu juga bila yang stress anggota keluarga kita. Kalau memang ia ingin bicara dengan orang lain, kita harus mengenal orang-orang terdekat untuk bantu dia. Kalau sudah mengenal orang yang bisa mendengar keluhan dengan empati, jangan hakimi, jangan sebutkan ayat-ayat agama karena bikin bersalah atau berdosa, apalagi kita tidak tahu nilai-nilai kehidupannya. Saat mendengarkan itu, bisa tahu apakah sudah harus dibawa ke ahlinya atau belum,” katanya.
Isolasi Mandiri
Belum terkena positif Covid saja sudah menimbulkan stres, bagaimana bila ternyata sudah positif dan mesti melakukan isolasi mandiri?
Dokter Dian menyarankan ketika sudah harus melakukan isolasi mandiri pada poistif covid harus ada fase menerima. Penerimaan ini sambil juga mencari informasi dan juga pengobatan yang sesuai.
Harus terus berpikir bahwa isolasi mandiri untuk memutus rantai penularan, aktivitas bisa tetap seperti biasa, namun dengan penerapan protocol kesehatan yang ketat.
Untuk mencegah penularan, informasikan ke keluarga supaya pakai masker, jaga jarak, mencuci tangan dan cukupi kebutuhan gizi dan olaharaga sesuai kebutuhan. Hal ini harus dikomunikasikan dengan anggota keluarga lain.
Satu hal lain, untuk mengurangi perasaan tidak nyaman saat pandemic, bahwa Pandemic covid adalah wabah bencana yang harus dihadapi semua. Baik secara individu, masyarakat, Pemerintah, dan jangan saling menyalahkan. (lis)