Kolaborasi Pemerintah, Akademisi, dan Pebisnis Kembangkan Potensi Obat Herbal
Jika seorang peneliti mengumumkan hasil penelitiannya itu sah dan harus dibedakan dengan yang bukan peneliti tetapi meng-endorse produk tertentu
TRIBUNNEWS.COM - Selain kaya dengan beragam warisan budaya dan bahasa, Indonesia juga dilimpahi dengan bermacam jenis tanaman obat yang kini dimanfaatkan untuk mencegah infeksi virus.
Namun, saat ini pengolahan obat herbal cenderung belum maksimal. Karenanya, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Semarang mengadakan webinar dengan tema “Strategi Pengembangan dan pemanfaatkan Herbal Menuju Indonesia Sehat” pada, Sabtu (19/9/2020) pagi.
Menurut Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat, acara ini mengajak partisipasi dari akademisi untuk melakukan penelitian terhadap tanaman obat, yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan.
“Seminar ke-47 kali ini bertujuan untuk mengajak para akademisi terutama para dokter dan farmasis agar berperan aktif dalam penelitian tanaman obat di Indonesia, sebab kekayaan alam kita memiliki potensi untuk dikembangkan,” kata Irwan Hidayat.
Sejalan dengan itu, Seketaris IDI Cabang Kota Semarang Sigid Kirana Lintang Bhima menambahkan, perlu adanya kolaborasi untuk menggali potensi dan manfaat dari obat herbal. Ia juga berpandangan, di masa sekarang, dunia kedokteran memiliki tantangan untuk membantu meneliti dan mengembangkan obat tradisional.
“Dokter harus kritis bukan berarti menolak (obat tradisional), tapi memberikan ruang dan bahkan ikut aktif mengadakan penelitian mengenai pengobatan tradisional di Indonesia,” ujar Sigid.
Ia menambahkan, penelitian terkait obat herbal perlu dilakukan secara masif dan mengikuti standar yang berlaku.
“Serta hal terpenting adalah melakukan penelitian masif mengenai obat herbal di Indonesia yang didasari pada kaidah riset ilmiah sesuai dengan etika kedokteran,” tambah Sigid.
Menyadari pentingnya riset dan data, Irwan Hidayat menceritakan, pihak Sido Muncul secara konsisten menggandeng dan mendukung akademisi untuk melakukan penelitian terkait obat herbal. Ia menambahkan, Sido Muncul juga secara kreatif mencari peluang di tengah regulasi pemerintah terkait pemanfaatan tanaman obat herbal.
“Sebagai pengusaha, di tengah regulasi yang sudah dibuat pemerintah, kita harus bias masuk dicelah-celah peraturan tanpa melanggar peraturan tersebut. Misal, saat membangun pabrik baru tahun 1997. Sido Muncul membangun pabrik dengan standar farmasi atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Padahal pabrik jamu standarnya cukup Cara Pembuatan Obat Trandisional yang Baik (CPOTB). Ini kan tidak melanggar peraturan, tapi upaya kami untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Sido Muncul juga membangun laboratorium RnD, Quality Control, dan Quality Assurance dengan peralatan lengkap dan modern. Dengan ini, pada 2002, Sido Muncul menjadi satu-satunya pabrik jamu yang diresmikan Menteri Kesehatan kali itu,” jelas Irwan.
Selain itu, Tahun 2002, Sido Muncul juga melakukan Uji Toksisitas yang dipimpin oleh Apt. Ipang Djunarko, M.Sc dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada produk Tolak Angin. Hasilnya Tolak Angin terbukti aman dikonsumsi dalam jangka panjang 232 bulan.
“Uji toksisitas ini juga tidak ada keharusan dari BPOM . Bahkan sampai hari ini . Sido Muncul adalah yang pertama melakukan uji toksisitas ini,” ujar Irwan.
Selain itu, Irwan Hidayat mengatakan, pengujian Tolak Angin juga dilakukan pada 2007 lalu dengan menggandeng team peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang dipimpin oleh Prof dr. Edi Dharmana, M.Sc., PhD., Sp.Park.
“Kami melakukan Uji Khasiat atau Uji Manfaat produk Tolak Angin. Hasilnya, minum Tolak Angin dua sachet setiap hari terbukti dapat meningkatkan sel-T yang merupakan indikator daya tahan tubuh,” tambah Irwan Hidayat.
Menurut Irwan Hidayat, jika protokol penelitian telah dijalankan sesuai standar, sebaiknya para peneliti atau dokter yang melakukan riset perlu mempublikasi dari hasil penemuannya. Yang penting peneliti tersebut adalah seorang ilmuwan dan tidak sembarang melakukan penelitian.
“Misalnya Jika seorang peneliti/ dokter atau apoteker melakukan penelitian terhadap Tolak Angin dan terbukti dapat meningkatkan sel-T, apakah peneliti tidak boleh mengumumkan hasil penelitiannya? Apakah ini merupakan bentuk endorse produk?” kata Irwan Hidayat.
Ia menambahkan, jika mengumumkan hasil penelitian terhadap suatu produk dianggap melanggar etika, maka tidak akan ada yang mau meneliti obat herbal lagi.
“Jika seorang peneliti mengumumkan hasil penelitiannya itu sah dan harus dibedakan dengan yang bukan peneliti tetapi meng-endorse produk tertentu,” tambah Irwan Hidayat.
Langkah yang dilakukan Sido Muncul untuk mendorong penelitian terkait obat herbal diapresiasi oleh Ketua IDI Cabang Semarang, dr. Elang Sumambar. Menurutnya kolaborasi antara pengusaha dengan akademisi akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat.
“Saya rasa inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia, yaitu adanya kolaborasi antara pengusaha dan akademisi ini akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat,” kata Elang.
Elang menambahkan, riset dan data menjadi hal penting dalam dunia kesehatan. Jangan sampai masyarakat menelan informasi klaim suatu obat tanpa didasari oleh riset dan data yang mendalam.
“Meskipun obat herbal banyak beredar di tengah masyarakat, sebaiknya masyarakat tidak asal konsumsi. Sebab mereka (masyarakat) harus tau kadar dan kandungan dalam suatu produk herbal. Masyarakat perlu tau apakah obat herbal yang ditawarkan sudah bersertifikat apa belom?” jelas Elang.
Penulis: Dea Duta Aulia/Editor: Dana Delani