Nilai Ekonomi Teknologi Nuklir untuk Dunia Medis Internasional Capai Lebih dari Rp 50 Triliun
Pemanfaatan teknologi radioisotop untuk penanganan kanker, jantung dan penentuan diagnosis di dunia kedokteran nuklir, saat ini telah menghasilkan
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
Saat ini BATAN ditunjuk pemerintah menjadi koordinator untuk 3 Prioritas Riset Nasional (PRN) periode 2020 hingga 2024.
Satu diantaranya yakni untuk mengembangkan produksi radioisotop dan radiofarmaka pada bidang kesehatan, untuk mengurangu ketergantungan industri dalam negeri terhadap produk impor.
BATAN yang berada di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui PTRR mengembangkan produksi radioisotop dan radiofarmaka untuk penanganan terhadap penyakit kanker, baik untuk diagnosis maupun terapi yang memang banyak dibutuhkan di dalam negeri.
Dalam mengembangkan produksi radioisotop dan radiofarmaka ini, BATAN bekerja sama dengan PT Kimia Farma, LIPI, BPPT, Badan POM, Bapeten serta Universitas Padjadjaran.
Upaya pemerintah dalam mendorong kemandirian untuk memproduksi radioisotop dan radiofarmaka ini sebelumnya dipicu masih tingginya persentase produk yang diimpor, yakni mencapai angka di atas 90 persen.
Oleh karena itu, PRN ini terus didorong realisasinya untuk mengurangi ketergantungan pasokan dari luar negeri.
Terkait PRN khusus bidang kesehatan, terdapat 5 produk radioisotop dan radiofarmaka yang ditargetkan dikembangkan produksinya selama periode 2020-2024.
Mulai dari Generator Mo-99/Tc-99m yang menggunakan Mo-99 non fisi, lalu radiofarmaka berbasis Prostate Specific Membrane Antigen (PSMA).
Kemudian Kit radiofarmaka Nanokoloid HAS, selanjutnya Kit radiofarmaka EDTMP, serta Contrast agent berbasis gadolinium untuk MRI contrast agent.