Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Riset YLKI Sebut Distribusi AMDK Picu Potensi Bahaya BPA, Apa yang Mesti Dibenahi?

Saat ini masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari kebiasaan mengonsumsi air minum dalam kemasan setiap harinya.

Penulis: Anniza Kemala
Editor: Bardjan
zoom-in Riset YLKI Sebut Distribusi AMDK Picu Potensi Bahaya BPA, Apa yang Mesti Dibenahi?
Shutterstock
Ilustrasi galon AMDK BPA Free 

YLKI juga mendorong BPOM untuk mempublikasikan hasil penelitian uji post-market migrasi BPA 2021-2022 atas fasilitas produksi dan distribusi galon plastik keras di seluruh Indonesia.

"Masyarakat berhak tahu sudah sejauh mana level migrasi BPA pada air galon yang banyak beredar di pasar, apakah masih di bawah ambang berbahaya atau sebaliknya," katanya.

Hadir juga pada diskusi publik "FMCG Talk" dengan tema "Risiko BPA bagi Kesehatan Publik dan Pengaturannya pada Industri Air Minum Dalam Kemasan", pada Senin, (28/3/2022) lalu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, juga melihat pelabelan risiko BPA sebagai wujud tanggung jawab pemerintah dalam memastikan terpenuhinya hak masyarakat atas produk yang aman untuk dikonsumsi.

"Rancangan peraturan pelabelan itu sifatnya memperkuat regulasi yang sudah ada," katanya.

Menurut Tulus, industri keliru bila sampai menganggap BPOM tak perlu lagi merevisi regulasi terkait risiko BPA pada kemasan galon guna ulang.

"Ambang batas migrasi BPA pada galon guna ulang yang ditetapkan BPOM selama ini bukan harga mati, bisa diperbaharui untuk peningkatan perlindungan konsumen dan agar sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi," katanya.

Apalagi, menurut Tulus, pelabelan risiko BPA pada galon polikarbonat tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti publik namun semata agar konsumen punya hak pilih atas produk yang mereka konsumsi.

Berita Rekomendasi

"Undang-undang perlindungan konsumen jelas mengatur hal tersebut, termasuk soal label dan informasi produk yang terperinci," katanya.

YLKI, lanjutnya, telah melayangkan surat ke BPOM, mendesak lembaga untuk tidak ragu dalam mengambil keputusan terkait pelabelan risiko BPA.

Usaha DPR dan BPOM untuk BPA-Free

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi IX DPR Arzetti Bilbina menyatakan, Komisi IX DPR terus mendorong BPOM untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

Ia juga menegaskan, BPOM kerap mengawal pemerintah untuk terus mensosialisasikan penggunaan wadah-wadah plastik yang bebas BPA di seluruh Indonesia. 

Hingga kini, BPOM telah menyiapkan sebuah rancangan peraturan pelabelan risiko BPA yang mengatur bahwa produsen air galon yang menggunakan kemasan plastik keras polikarbonat wajib mulai mencantumkan label "Berpotensi Mengandung BPA" kurun tiga tahun tiga tahun sejak peraturan disahkan. Wacana ini pun kini tengah memasuki fase pengesahan di Sekretariat Kabinet

Sementara itu, produsen galon yang menggunakan kemasan berbahan polyethylene terephthalate (PET), plastik lunak sekali pakai yang bebas BPA, diperbolehkan mencantumkan label "Bebas BPA".

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas