Makin Sering Rawat Inap, Kelangsungan Hidup Pasien Penyakit Jantung Makin Rendah
Kondisi ini jadi alasan kenapa penanganan gagal jantung harus cepat dilakukan, dengan harapan pasien tidak sampai mengalami komorbiditas.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 17 persen pasien penyakit jantung mengalami rawat inap berulang.
Tak hanya menjadi beban ekonomi dan sosial, seringnya rawat inap juga membuat kelangsungan hidup penderita penyakit jantung makin rendah.
Ketua Pokja Gagal Jantung PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia), dr. Siti Elkana Nauli, Sp.JP (K), mengatakan, angka rawat inap berulang karena gagal jantung masih cukup tinggi dan dapat menurunkan angka bertahan hidup.
"Semakin sering pasien dirawat inap maka angka kelangsungan hidup pasien menjadi semakin rendah," kata dokter Siti dalam webinar, Sabtu (28/5/2022).
Baca juga: Manfaat Teh untuk Menurunkan Risiko Penyakit Jantung, Konsumsi Minimal 3 Kali Seminggu
Hal ini sesuai dengan data InaHF National Registry 2018 yang menyatakan, sebesar 17 persen pasien gagal jantung di Indonesia akan mengalami rawat inap berulang.
Ditambah lagi dengan fakta bahwa 17,2 persen pasien gagal jantung meninggal pada saat rawat inap dan 11,3 persen pasien gagal jantung akan meninggal dalam satu tahun pengobatan.
"Tingginya angka tersebut disebabkan oleh beberapa tantangan dalam mengobati pasien dengan gagal jantung, terutama karena perjalanan pasien gagal jantung bisa sangat bervariasi," ungkap perempuan berhijab ini.
Adapun tanda dan gejala awal yang ringan kemudian memburuk secara bertahap atau tiba-tiba tergantung berbagai faktor.
Penyakit komorbid menjadi faktor utama yang mempersulit pengobatan gagal jantung. Seringkali penderita gagal jantung dengan komorbid membutuhkan tim multidisplin untuk menangani penyakit ini secara holistik.
"Kondisi ini adalah alasan kenapa penanganan gagal jantung harus cepat dilakukan, dengan harapan pasien tidak sampai mengalami komorbiditas, yang dapat menyebabkan terbatasnya pilihan pengobatan, memperberat gagal jantung, dan luaran pasien gagal jantung lebih buruk," kata Dokter Siti.
Diketahui, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit Kardiovaskular.
Baca juga: Diabetes hingga Penyakit Jantung, Ini Dampak Marah Bagi Tubuh
Penyakit yang berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah ini masih menjadi ancaman dunia (global threat) dan merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia.
Selain itu, penyakit kardiovaskular juga paling sering menyerang kelompok usia produktif, sehingga mortalitasnya menyebabkan beban ekonomi dan sosial terhadap masyarakat.
Sejumlah 64 juta pasien orang dewasa di seluruh dunia hidup dengan gagal jantung.
Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat dengan tingkat rawat inap berulang dan kematian yang masih cukup tinggi.