Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Hampir Mirip Kanker Prostat, Kenali Gejala Pembesaran Prostat Jinak dan Cara Mencegahnya

BPH adalah ukuran prostat yang makin membesar seiring pertambahan usia dan buah zakar yang terus menerus menghasilkan testosteron.

zoom-in Hampir Mirip Kanker Prostat, Kenali Gejala Pembesaran Prostat Jinak dan Cara Mencegahnya
Shutterstock
Ilustrasi prostat. 

TRIBUNNEWS.COM - Kelenjar prostat adalah bagian penting dari organ reproduksi laki-laki yang berfungsi memproduksi serta menyalurkan cairan semen. Posisinya terletak di antara kandung kemih dan saluran urin bagian bawah.

Dokter Spesialis Urologi dari RS Mayapada Hospital Surabaya, dr. Prasastha Dedika Utama, Sp.U, mengatakan, prostat memiliki komponen otot yang berperan pada proses pengeluaran cairan sperma.

“Prostat ini punya fungsi, dia punya komponen otot. Ketika spermanya itu keluar, dia bisa keluar ke depan, bukan kembali ke kandung kemih. Sama jalurnya dengan tempat keluarnya saluran urin di dalam penis. Saluran yang sama ketika membuang urin atau pipis,” ujar dr. Prasastha, dikutip dari rilisan pers yang diterima Tribunnews, Selasa (5/7/2022).

Namun, tahukah Anda, seiring pertambahan usia, prostat bisa membesar dan memicu gangguan Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak?

BPH adalah ukuran prostat yang makin membesar seiring pertambahan usia dan buah zakar yang terus menerus menghasilkan testosteron.

Meski begitu, volume prostat yang membesar tidak selalu menghasilkan gangguan berkemih pada laki-laki. Data menunjukkan, hanya 50 persen laki-laki dengan pembesaran prostat yang merasakan keluhan.

Data global pun mencatat pengidap gejala BPH dialami oleh 70 persen pria berusia di atas 60 tahun dan makin bertambah hingga 70 persen pada pria berusia di atas 80 tahun. Meski begitu, Indonesia belum memiliki data angka prevalensi BPH nasional.

Berita Rekomendasi

Beberapa studi yang dilakukan di Indonesia menemukan hubungan antara BPH dengan riwayat BPH dalam keluarga, kurangnya aktivitas fisik, diet rendah serat, konsumsi vitamin E, konsumsi daging merah berlebih, obesitas, sindrom metabolik, inflamasi kronik pada prostat, dan penyakit jantung. 

Apa saja gejala BPH?

Umumnya, pasien BPH memiliki keluhan infeksi saluran kemih bawah atau lower urinary tract symptoms yang meliputi:

1) Gejala obstruksi, meliputi pancaran kemih lemah dan terputus (intermitensi) serta merasa belum tuntas setelah berkemih.

2) Gejala iritasi ditandai dengan frekuensi berkemih yang meningkat, tidak dapat dikendalikan, dan sering terjadi pada malam hari.

3) Gejala pascaberkemih tingkat rendah ditandai dengan cairan urine menetes. Sedangkan gejala yang paling berat adalah tidak dapat berkemih sama sekali atau retensi urin. 

Menurut dr. Prasastha, secara keseluruhan keluhan paling banyak adalah sulit menahan buang air kecil.

“Makanya pasien sampai ngompol, sudah keluar duluan sebelum ke toilet. Keluhan lain, dulu kencingnya keluar deras, saat ini jadi lebih pelan,” jelas dr. Prasastha. 

Prasastha menambahkan, dalam beberapa kondisi, pasien harus menunggu keluarnya urine beberapa saat ketika buang air kecil dan mengalami kondisi terbangun saat tidur malam hari untuk berkemih.

“Atau kencingnya putus-putus. Di tengah-tengah berhenti. Keluar lagi, putus lagi. Dan kalau tidur malam, sering terbangun. Biasanya bisa 5-6 kali bangun tidur,” tambah dr. Prasastha.

Pada kasus darurat, pasien bahkan sama sekali tak mampu buang air kecil. Kondisi ini bisa terjadi akibat akumulasi gangguan selama beberapa bulan. Alhasil, pasien kerap mengalami sakit hingga infeksi. Infeksi tersebut juga bisa menyebabkan keluhan demam.

“Yang juga cukup berat adalah ketika pasien sampai kencing darah. Karena sulit buang air kecil, sehingga pembuluh darahnya tertekan semakin banyak akhirnya pecah,” jelasnya. 

Apa saja faktor risiko BPH?

Prasastha menyebutkan beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya BPH, antara lain:

1) Usia

Usia disebut-sebut sebagai faktor utama BPH. Meski prostat membesar seiring usia, tak semua laki-laki berpotensi mengalami BPH. Pemeriksaan dokter akan memutuskan apakah prostat yang membesar butuh diobati atau ditangani lebih lanjut lewat operasi.

2) Genetik

Selanjutnya, genetik dapat menentukan besar-kecilnya peluang seseorang terkena BPH. Jika kerabat dekat, terutama orang tua, memiliki riwayat penyakit prostat, kemungkinan seseorang terkena BPH akan kian besar.

3) Ras

Menurut penelitian, ras Kaukasoid atau Barat seperti orang Amerika atau Eropa cenderung lebih tinggi risikonya mengalami BPH dibandingkan orang Indonesia.

4) Obesitas atau kegemukan

Kurangnya aktivitas fisik yang dapat memicu obesitas juga dapat memperbesar risiko pasien terkena penyakit prostat. Ini karena indeks massa tubuh yang besar dapat berujung pada pembesaran prostat.  

5) Diabetes

Faktor risiko BPH terakhir dalah mengidap diabetes. Pasien diabetes yang mengalami pembesaran prostat akan lebih sulit untuk ditangani.

“Kalau sudah ada usia, pada diabetes, obesitas pula, itu harus hati-hati. Seringkali ada beberapa obat yang diberikan membuat pasien malah jadi sering pipis atau overlapped. Makanya harus kami pastikan itu karena diabetesnya atau karena prostatnya. Keluhannya memang menyerupai,” ungkap dr. Prasastha. 

BPH bukan kanker prostat, namun gejalanya serupa

Berbeda dengan BPH, risiko terhadap kanker prostat meningkat pada pria di atas 50 tahun atau pria di atas 45 tahun dengan riwayat kanker prostat di keluarga.

Sebagian besar pasien kanker prostat stadium awal tidak menyadari adanya gejala dan baru merasakan gejala saat kanker sudah menyebar ke organ lainnya.

Gejala yang dikeluhkan meliputi gangguan buang air kecil, adanya darah pada urine, pembesaran kelenjar getah bening sekitar prostat, hingga penurunan berat badan.

Jika kanker sudah menyebar ke tulang dapat menyebabkan nyeri tulang dan jika menyebar ke sumsum tulang belakang, akan ditemukan adanya defisit neurologi seperti mati rasa.

Dokter Spesialis Urologi dari RS Mayapada Hospital Surabaya, dr. Satrya Husada, Sp. U menjelaskan, keluhan BPH dan kanker prostat bisa saling menyerupai. “Itulah, harus kita tentukan dari awal. Dilakukan pemeriksaan penunjang.”

Deteksi gejala BPH dan kanker prostat

“Gejala kanker prostat tidak khas, hampir sama (dengan BPH), dan dapat menyerupai keluhan penyakit lainnya, sehingga seringkali baru terdeteksi pada stadium yang lebih lanjut. Karena alasan di atas, pemeriksaan dini kanker prostat sangatlah penting,” tegas dr. Satrya.

Maka itulah, deteksi dini menjadi penting untuk mengeliminasi kemungkinan kanker prostat.

Terlebih, pasien yang didiagnosis kanker prostat pada stadium awal memiliki angka harapan hidup selama 10 tahun mencapai di atas 90 persen, dan akan menurun sampai menjadi 50 persen apabila ditemukan pada stadium lanjut. 

Dalam mendeteksi gejala BPH dan kanker prostat, dokter juga memerlukan hasil pemeriksaan laboratorium seperti tes urine lengkap, prostate specific antigen (PSA), tes fungsi ginjal, serta pemeriksaan radiologi seperti ultrasonografi (USG). 

Sementara itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan uroflowmetri juga dapat digunakan untuk mengevaluasi urine pasien.

Jika ditemukan potensi keganasan pada prostat, dokter akan melakukan biopsi.

Sementara itu, jika pasien didiagnosis mengidap BPH, dokter umumnya melakukan terapi secara minimal invasive (tanpa sayatan). Metode ini mengurangi jumlah perdarahan, keluhan nyeri, waktu kembali beraktifitas, dan efek samping lainnya.

Ini dia cara mencegah BPH

Menurut dr. Satrya, setiap laki-laki memiliki jaringan prostat. Akan tetapi, kondisi prostat tiap orang berbeda-beda.

“Ada usia 60 tahun prostatnya besar ada. Ada usia 70 tahun prostatnya kecil. Tiap kondisi orang berbeda,” katanya. 

Di samping itu, dr. Prasastha mengatakan pembesaran prostat jinak atau BPH tak berhubungan dengan gaya hidup, melainkan faktor hormonal. Sedangkan kanker prostat kemungkinan saja dipicu karena gaya hidup seperti merokok, dan minum alkohol, hingga makan daging terlalu merah, obesitas dan kurang beraktivitas fisik.

“Prostat sebetulnya hormonal, tak bisa kita cegah,” jelas dr. Prasastha.

Tak ketinggalan, dr. Prasastha memaparkan tips untuk mencegah risiko terkena BPH. Yang pertama adalah mengonsumsi tomat. Hal itu karena tomat mengandung likopen, antioksidan yang dapat mengurangi risiko terkena BPH.

“Tomat yang dimasak tapi tak terlalu matang, itu yang baik,” tambahnya. 

Yang tak kalah penting, setiap pria dengan faktor risiko BPH dianjurkan untuk lebih aktif bergerak dan berolahraga, sehingga mencegah obesitas. Selain itu, tak ada pantangan bagi pasien penyakit prostat untuk tetap aktif berolahraga.

Maka itu, segera lakukan deteksi penyakit sedini mungkin untuk mencegahnya menjadi serius! Jika Anda mengalami gejala pembesaran pembesaran prostat jinak atau BPH, segera hubungi dokter.

Untuk pertanyaan lebih jauh seputar BPH dan penyakit prostat lainnya, konsultasi dengan dokter terbaik melalui klik link berikut ini. Anda juga bisa mendapatkan voucher diskon pemeriksaan medical check up, lho!

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas