Anak Rentan Alami Gangguan Mental, Ternyata Ini Penyebabnya
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, mengungkapkan jika prevalensi depresi usia 15-24 tahun ada sekitar 6,2 persen.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sehat tidak sekadar terhindar bebas dari penyakit fisik, namun juga psikis.
Sayangnya, menurut data WHO pada Juli 2022, 1 dari 8 orang atau 970 juta di dunia mengalami gangguan mental.
Dan ternyata, anak-anak muda bisa alami gangguan mental. Gangguan mental yang paling umum dialami adalah gangguan kecemasan dan depresi.
Depresi dan gangguan kecemasan ini nyatanya tidak hanya terjadi pada mereka yang sudah dewasa. Tapi juga pada anak-anak dan remaja.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, mengungkapkan jika prevalensi depresi usia 15-24 tahun ada sekitar 6,2 persen.
Data ini tentu tidak bisa dianggap sepele. Menurut Psikolog Ratih Ibrahim, M.M depresi adalah silent killer. Jika tidak ditangani segera akan berakhir pada self harm hingga mengakhiri nyawa sendiri.
"Bahkan lebih muda umurnya sudah mengeluhkan. Tante, saya tidak punya keinginan hidup, dan indikasi lainnya," ungkapnya pada Webinar Johnson & Johnson Indonesia kolaborasi dengan Kementerian Kesehatan R.I, Sabtu (11/9/2022).
Lalu kenapa anak-anak dan remaja yang masih terhitung berusia muda bisa mengalami gangguan mental?
Baca juga: Termasuk Gangguan Kesehatan Mental, Apa Itu Kleptomania? Ini Gejalanya
Ratih menyebutkan jika gangguan mental ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, emosi positif yang sangat rendah. Kedua adanya kecemasan lebih tinggi.
Ketiga, faktor ini dapat dipengaruhi pula oleh penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan alkohol. Keempat, kualitas relasi dengan orangtua yang buruk. Kelima, ada riwayat kekerasan fisik dan seksual terhadap anak.
Dan terakhir, orangtua anak memiliki riwayat gangguan depresi yang tidak mengalami penanganan secara baik.
"Beberapa faktor di atas berpotensi mengembangkan gangguan depresi," kata Ratih lagi.
Selain itu, Ratih pun memaparkan ada faktor lain yang berkontribusi terhadap berkembangnya gangguan depresi.
Di antaranya seperti memiliki pengalaman hidup traumatis, kurangnya dukungan dari keluarga dan teman, strategi coping yang buruk, serta pernah mendapatkan bullying.
"Faktor lain adalah pola hidup tidak teratur. Misalnya jam tidur malah bangun dan sebaliknya. Pola makan kacau, malas gerak atau olahraga. Beberapa hal ini berpotensi indikasi depresi muncul kuat sekali," pungkasnya.