Pasien Serangan Jantung di Indonesia Lebih Muda daripada Eropa dan Amerika
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr. Siska S. Danny, SpJP(K) mengungkapkan usia pasien serangan jantung di Indonesia relatif lebih muda.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr. Siska S. Danny, SpJP(K) mengungkapkan gambaran pola serangan jantung real-world di Indonesia tahun 2018-2019.
Ia mengatakan, usia pasien serangan jantung di Indonesia relatif lebih muda ketimbang orang Amerika dan Eropa.
Di Indonesia median usia pasien serangan jantung adalah 57 tahun.
Baca juga: 7 Manfaat Donor Darah Bagi Tubuh: Jaga Kesehatan Jantung hingga Turunkan Berat Badan
"Ini jauh lebih muda dibandingkan usia di Amerika atau di Eropa. Di Indonesia antara 55 sampai 60 tahun range usianya kena serangan jantung," kata dia dalam kegiatan virtual, Kamis (22/9/2022).
Sementara bila dibandingkan dengan pasien serangan jantung di Eropa dan Amerika yaitu antara usia 60 sampai 65 tahun.
Di Jepang malah lebih lebih tua lagi yakni 70 tahun.
"Jadi orang Indonesia terkena serangan jantung ada di usia muda," tutur dokter jantung RS Harapan Kita Jakarta.
Ia mengungkapkan, hal tersebut dilatar belakangi berbagai faktor. Salah satunya adalah gaya hidup.
Baca juga: Konsumsi Kalsium dan Vitamin D3 Berlebihan, Picu Penyakit Ginjal hingga Serangan Jantung
Tercatat bahwa 65 persen pasien serangan jantung merupakan perokok. Lalu 51 persen pengidap Hipertensi, serta 27 persen lainnya adalah pasien diabetes.
"Ada peningkatan kolesterol, terus overweight, gaya hidup yang kurang aktivitas itu semua berkontribusi terhadap peningkatan risiko," ungkap dia.
Terlebih lagi bahwa angka kematian serangan jantung di Indonesia lebih tinggi dibandingkan tapi di Asia tenggara, yakni dari total pasien serangan jantung yang ada 11,7 persen meninggal dunia di RS.
"Ini PR kita bagaimana kita memperbaiki kematian akibat serangan jantung, salah satunya metode membuka sumbatan pembuluh darah koroner. Kalau tidak dibuka tidak diapa-apakan, istilahnya hanya obat minum saja tidak ada upaya lebih untuk memperbaiki aliran darah maka yang meninggal 16,9 persen," ungkap dia.