Komisi IX Ingatkan Sanksi 10 Tahun Penjara bagi Perusahaan Farmasi Terseret Kasus Gagal Ginjal Akut
DPR ingatkan perusahaan farmasi soal sanksi pidana dan denda atas kelalaiannya sehingga menyebabkan kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene mengingatkan perusahaan-perusahaan farmasi soal sanksi pidana dan denda atas kelalaiannya sehingga menyebabkan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak.
Dikatakan Felly Estelita Runtuwene, jika perusahaan farmasi terbukti lalai, maka sanksi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar bakal menanti.
Hal itu disampaikan Felly Estelita Runtuwene dalam rapat kerja, dengan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (2/11/2022).
"Kami juga mengingatkan jika ada pelanggaran terhadap keamanan farmasi, berdasarkan Pasal 188 Jo Pasal 196 UU Kesehatan menyatakan setiap orang dengan sengaja memproduksi dan mengedar farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak penuhi persyaratan keamanan, dipidana 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar," kata Felly Estelita Runtuwene.
Legislator Partai Nasdem itu juga mengingatkan, perusahaan farmasi tidak boleh memperdagangkan barang yang tidak memenuhi syarat atau standar yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Pertanggungjawaban perusahaan farmasi atas kerugian material dan immaterial, atas kerugian yang terjadi, bisa dipidana 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar," ujarnya.
Lebih lanjut, Felly Estelita Runtuwene menyebut Komisi IX DPR prihatin dengan kasus gagal ginjal akut yang menyebabkan kematian atas ratusan anak di Indonesia.
Baca juga: Rapat di Komisi IX, Menkes Sampaikan Ada 325 Kasus Gagal Ginjal Akut, 178 Pasien Meninggal Dunia
Menurut Felly Estelita Runtuwene, banyak masyarakat yang cemas atas berbagai informasi yang beredar tentang penyebab kasus ini di mana secara resmi pemerintah menyatakan ada keterkaitan dengan produk obat sirup.
"Untuk itu, tentunya menjadi kewajiban kami Komisi IX, memprioritaskan pembahasan kasus ini ketika masa persidangan dimulai dengan mengagendakan pertemuan dengan Menkes, Kepala BPOM, IDAI, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, serta International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG)," tandasnya.