Kasus Obesitas Balita Kenzi Diduga Faktor Kelainan Genetik
Kasus yang dialami Kenzi termasuk langka, sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang menyeluruh dan spesifik melalui pemeriksaan laboratorium.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan melalui tim RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) masih terus mencari penyebab pasti kasus obesitas yang dialami Balita Kenzie.
Namun, dugaan awal penyakit dipicu oleh kelainan genetik.
Kasus yang dialami Kenzi termasuk langka, sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang menyeluruh dan spesifik melalui pemeriksaan laboratorium.
Balita Kenzi merupakan anak yang mengalami kelebihan berat badan yang mencapai 27 kilogram di usia 16 bulan.
Kondisinya memicu permasalahan yang lainnya seperti bentuk kaki yang tidak sempurna (membentuk O), hingga keterlambatan perkembangan.
Baca juga: Viral Kisah Bayi 16 Bulan Miliki Berat Badan 27 Kilogram, Dokter Menduga Kenzi Idap Penyakit Langka
Di usia saat ini Kenzie belum mampu berjalan.
“Faktor genetik menjadi pemicu kondisi obesitas pada Kenzie, dan ini merupakan kasus yang sangat langka, jadi kepastian hasil pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk menentukan diagnosis pasien,” ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril, pada keterangan resmi, Selasa (14/3/2023).
Kendati demikian, hingga saat ini masih dilakukan pemeriksaan penyebab pasti kasus obesitas yang dialami Kenzie.
Hasil laboratorium kurang lebih akan diterima dalam kurun waktu 21 hari kerja.
Selama menunggu hasil Lab, Balita Kenzi mendapatkan penanganan dari tim dokter RSCM Jakarta, mulai dari dokter Spesialis Ana, Spesialis Gizi, Divisi Penyakit Langka, hingga Spesialis Fisioterapi.
Yang menjadi tantangan saat ini adalah kepatuhan dari orangtua Balita Kenzie untuk menjalankan saran dari tim dokter.
Perkembangan Kenzi juga terus dimonitor oleh Puskesmas setempat.
“Kami akan berupaya semaksimal mungkin dalam menangani kondisi pasien Kenzi, terutama saat ini fisioterapi terus dilakukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan pasien,” tutup dr. Syahril.