Paparan BPA Diduga Jadi Salah Satu Penyebab Kanker Payudara, Berikut Penjelasan Peneliti
jumlah kematian akibat kanker payudara tersebut mencapai lebih dari 22.000 jiwa kasus dan menjadi salah satu penyumbang kematian tertinggi
Penulis: Fransisca Andeska
Editor: Anniza Kemala
Hal serupa dikemukakan dalam penelitian lain yang berjudul “Bisphenol A Induces a Profile of Tumor Aggressiveness in High-Risk Cells from Breast Cancer Patients”. Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal American Association for Cancer Research (AACR) tersebut, dikatakan bahwa paparan BPA dapat memicu sel kanker payudara.
Bahkan studi tersebut juga menunjukkan bahwa paparan tanpa sengaja terhadap bahan kimia di lingkungan bisa meningkatkan risiko kanker dan serta memicu kemungkinan bagi tumor untuk tumbuh kembali.
Pernyataan ini makin didukung dengan penelitian baru yang mengambil sampel jaringan payudara yang berisiko tinggi dari pasien kanker payudara menggunakan metode jarum halus.
Dalam sampel tersebut, peneliti berusaha untuk menemukan perubahan spesifik pada molekul dalam jaringan payudara yang disebabkan oleh bahan kimia, seperti BPA yang dikenal sebagai xenoestrogen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek dari BPA lebih sering terlihat pada tumor payudara yang memiliki derajat histologis tinggi dan ukuran tumor besar. Bahkan, hal ini dapat memengaruhi kelangsungan hidup pasien yang mengalami kanker payudara.
Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa paparan bahan kimia pengganggu endokrin dapat berperan dalam memicu kanker payudara dan membuatnya sulit untuk disembuhkan.
Bahaya paparan BPA pada air minum dalam kemasan
Bahaya paparan BPA cukup sering ditemukan pada kemasan makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari, termasuk juga air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan galon polikarbonat.
Guru Besar Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Dr. Andri Cahyo Kumoro mengatakan, kemungkinan terjadinya migrasi BPA dari kemasan ke dalam air paling banyak terjadi di kota besar.
Salah satu contohnya terjadi pada galon bekas pakai, yang frekuensi peredarannya di kota-kota besar jauh lebih tinggi dibanding daerah di luar perkotaan. Lebih lanjut, kontaminasi senyawa BPA ini dapat terjadi apabila ada pemanasan dan gesekan.
“Di kota besar, siklusnya lebih cepat terjadi. Bahkan di depo-depo isi ulang di beberapa daerah menunjukkan pembersihan galon polikarbonat dilakukan dengan cara tradisional. Mereka beranggapan yang penting cepat dan memilih untuk tidak menggunakan sikat yang lembut, sehingga kemungkinan kecil terjadinya pelecutan (migrasi) BPA,” ujar Prof. Andri.
Dalam kategori plastik, lanjut Prof. Andri, plastik polikarbonat yang mengandung BPA dikenal memiliki nomor kode plastik “7” yang secara umum dikategorikan berisiko.
Yang juga menjadi permasalahan, masih banyak masyarakat yang belum paham dengan kode-kode di dalam kemasan plastik. Oleh karena itu, disarankan agar kemasan mengandung BPA diberikan label agar tidak dikonsumsi oleh bayi, balita, dan janin pada ibu hamil.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.