Kanker Paru-paru Picu Angka Kematian Tertinggi, IASTO Usulkan Program Pencegahan dan Skrinning
Kanker paru-paru menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi karena kanker.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kanker paru-paru menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi karena kanker.
Data Global Burden of Cancer Study (Globocan) 2020 mengungkapkan data cukup mengkhawatirkan untuk Indonesia.
Baca juga: Deteksi Dini dan Skrinning Kunci Kurangi Kematian Akibat Kanker Paru
Dimana dari 34.783 kasus baru yang terdiagnosis setiap tahun, dan mengakibatkan 30.843 kematian.
Kenapa angka kematian paru-paru cukup tinggi?
Executive Director di Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO),Prof. Dr. dr. Elisna Syahruddin, Sp.P(K), Ph.D pun bagikan faktor tingginya angka kematian.
"Sebagian besar secara global, karena datang stadium lanjut. Ditemukan sudah lanjut sehingga menyebabkan meninggal lebih cepat," ungkapnya pada peluncuran konsensus skrining kanker paru-paru di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Menurut dr Elisna, ada beberapa program yang perlu dibuat oleh pemerintah.
Baca juga: Usia Penderita Kanker Paru-paru di Indonesia 10 Tahun Lebih Muda Dibanding di Luar Negeri
Pertama, pemerintah perlu membuat program mengendalikan faktor risiko sebagai upaya pencegahan.
"Pencegahan memang urusan perorangan, tapi namanya program harusnya pemerintah melakukan pencegahan.Dengan mengendalikan faktor risiko," kata dr Elisna lagi.
Penyebab kanker paru-paru memang belum diketahui pasti.
Namun rokok menjadi faktor risiko yang utama. Sehingga pemerintah bisa membuat program terkait kebijakan rokok.
Kedua membuat program skrining.
Berdasarkan prevalensi global dari American Lung Cancer Association saja, 90 persen pasien kanker paru data dengan stadium lanjut.
Padahal, ketika kanker paru-paru terdeteksi pada stadium 1 dan 2, tingkat kelangsungan hidup meningkat secara signifikan.
"Ini yang harus dilakukan. Kalau terapi, akses semua ada. Walau (memang) belum 100 persen terjangkau. Pemerintah sudah memberikan akses kanker paru," kata dr Elisna menjelaskan.
Lebih lanjut, ia pun menjelaskan jika skrinning berbeda dengan deteksi dini.
"Deteksi dini menemukan program di awal. Bedanya skrining dilakukan pada orang sehat. Deteksi dini pada orang sudah ada gejala," tutupnya.