Orangtua Harus Tahu, Ini Bahaya pada Anak Ketika Terinfeksi Polio
Virus polio memasuki tubuh melalui mulut, dalam air atau makanan yang telah terkontaminasi dengan bahan feses dari orang yang terinfeksi.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan memberitakan tiga anak di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah dilaporkan menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis/AFP) yang disebabkan oleh Virus Polio Tipe 2.
Selain itu Kemenkes juga sebutkan ada sembilan kasus positif polio tipe 2 tanpa gejala di Sampang, Jawa Timur.
Terkait adanya kasus polio di Indonesia, Dokter Spesialis Anak/Pediatrician Dr. Kanya Ayu Paramastri, Sp.A mengungkap bahaya apa saja yang terjadi jika anak terinfeksi polio.
Poliomyelitis (polio) sendiri adalah virus yang sangat menular yang sebagian besar menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Virus polio memasuki tubuh melalui mulut, dalam air atau makanan yang telah terkontaminasi dengan bahan feses dari orang yang terinfeksi.
Bahaya pertama saat anak terinfeksi polio adalah kerusakan pada saraf.
"Menyebabkan kerusakan pada saraf bisa tulang belakang, batang otak dan bisa menyebar ke tergantung kena saraf di mana," ungkapnya pada kanal YouTube Kemenkes dilansir, Minggu (14/1/2024).
Akibatnya anak bisa mengalami lumpuh layu akut, atau hanya kaki saja yang mengalami kelumpuhan.
Kedua, kematian. Virus polio bisa menyebar ke otot-otot pernapasan.
"Otot pernapasan ikut lumpuh. Bisa henti napas, sehingga risiko kematian bahkan kalau infeksi berat. Kalau lumpuh layu mungkin kecacatan," jelasnya.
Sehingga, selain kecacatan secara permanen, anak bisa berisiko alami kematian saat terinfeksi polio.
Baca juga: Kemenkes Ungkap Ada 9 Kasus Positif Polio Tanpa Gejala di Sampang Jawa Timur
Sayangnya penyakit ini tidak dapat diobati. Kalau sudah terinfeksi dan alami lumpuh layu, maka anak bisa alami kecacatan seumur hidup.
"Kalau sudah terinfeksi tidak bisa disembuhkan. Jadi hanya bisa mencegah semaksimal mungkin agar tidak bisa terkena," tegas dr Kanya.
'Karena ketika terinfeksi, obat-obat yang diberikan hanya mengurangi gejala, kesakitan, fisioterapi dan sebagainya. Tapi tidak menyembuhkan 100 persen. benar-benar harus mencegah," pungkasnya.