Informasi Genetik Bantu Pengobatan Penderita Kanker Lebih Presisi
Guru Besar Mikrobiologi Klinik UI, Prof Dr Amin Soebandrio, mengatakan informasi genetik membantu dokter melakukan pengobatan yang presisi pada kanker
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Mikrobiologi Klinik UI, Prof Dr Amin Soebandrio, mengatakan informasi genetik dapat membantu para dokter mengidentifikasi gen-gen atau terjadinya mutasi gen yang dapat meningkatkan risiko atas penyakit tertentu.
Dirinya mengatakan para penderita kanker bisa mendapatkan pengobatan yang presisi melalui informasi genetik.
Baca juga: Dua Minggu Jalani Program Detoks di Thailand untuk Obati Kanker, Vidi Aldiano Akui Sempat Depresi
"Dengan informasi genetik yang jelas, maka terapi dan pengobatan yang diberikan menjadi lebih presisi. Pada penderita kanker, pendekatan itu akan meningkatkan efektivitas obat dan mengurangi dampak sampingnya. Hasilnya tentu akan lebih baik bagi pasien,” ujar mantan Kepala LBM Eijkman itu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Amin dalam seminar bertajuk ‘Menuju Precision Medicine Melalui Pemetaan Genom: Pro dan Kontra di Masyarakat’ yang digelar President University.
Menurut Amin, informasi genetik akan merevolusi terapi dan pengobatan kanker.
Terapi dan pengobatan menjadi sangat penting karena, menurut WHO, kanker masih menempati urutan pertama pembunuh manusia di dunia.
Tiga kanker paling mematikan, menurut WHO, yaitu kanker paru-paru (1,8 juta kematian atau 18,7 persen dari total kematian akibat kanker), kanker kolokteral (900.000 atau 9,3 persen), dan kanker hati (760.000 atau 7,8 persen).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Genomik Indonesia, Dr dr Ivan Rizal Sini, FRANZCOG, GDRM, MMIS, SpOG. memaparkan potensi industri genomik yang saat ini masih lambat.
Selama 2022 hingga 2023, mengutip data National Human Genom Research Institute (NHGRI), pasar genomik naik dari 44,6 miliar dollar Amerika menjadi 46,2 miliar dollar atau hanya tumbuh 3,6 persen.
Meski begitu, pada 2028 pasar genomik diperkirakan akan melesat menjadi 83,1 miliar dollar Amerika atau tumbuh rata-rata 12,4 persen per tahun.
Selain membahas soal industri genomik, Ivan juga memaparkan beberapa isu tentang pentingnya informasi genetik.
Misalkan, Polygenic Risk Scoring (PRS) agar masyarakat dapat mengetahui risiko terkena penyakit tertentu, atau beberapa penyakit sekaligus, berdasarkan akumulasi perubahan yang terkait dengan gaya hidup.
Perubahan itu tak hanya terjadi pada satu atau beberapa gen, tetapi juga perubahan yang dipengaruhi faktor eksternal.
"Saya juga buat aplikasi yang dapat memberitahu potensi penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, jantung atau stroke yang diidap seseorang lewat data-data yang dimasukkan,” katanya.
Terkait hal itu, Pendiri Presuniv, SD Darmono menyatakan siap berkolaborasi. Mengingat alatnya terbilang mahal, pemetaan genomik, sementara bisa dilakukan untuk mereka yang mampu secara ekonomi.
“Jika ada orang yang mau bayar untuk pemeriksaan genomik ini di Indonesia kenapa tidak kita buat. Profil genetik tidak untuk umur panjang, tapi untuk pemeliharaan kesehatan di masa tua,” tuturnya.
Pengembangan genomik ini, menurut SD Darmono, penting untuk membantu meningkatkan kesehatan manusia Indonesia. Karena profil genetiknya bisa digunakan untuk terapi agar tetap sehat di hari tua.
Hal senada disampaikan oleh Dekan FK Presuniv, Prof Dr dr Budi Setiabudiawan, SpA(K), yang mendukung langkah pengembangan genomik.
"Sebagai research university, kami menilai Indonesia perlu memiliki profil genom. Selain kepentingan riset, data itu bisa dimanfaatkan untuk pengobatan yang lebih presisi,” pungkas Budi.