Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Terjadi di Ngawi, Mungkinkah Cabut Gigi Buat Orang Meninggal Dunia?

Dokter gigi Rumah Sakit Permata Pamulang drg R. Ngt. Anastasia Ririen Pramudyawati MM RS, FICD memberikan penjelasannya.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Terjadi di Ngawi, Mungkinkah Cabut Gigi Buat Orang Meninggal Dunia?
Tribun Kaltim/Niko Ruru
ILUSTRASI Seorang dokter gigi memeriksa gigi pasien yang berpartisipasi pada bakti sosial PDGI Kabupaten Nunukan di Pulau Sebatik. 

Konsultasikan lebih dahulu semua keluhan gigi kepada dokter yang berkompeten.

"Dengan demikian semua tindakan memiliki alasan yang kuat kenapa harus dilakukan. Dokter yang berkompeten tentulah bisa menekan segala risiko dari setiap tindakannya," ungkapnya lagi.

Baca juga: Wanita 31 Tahun Meninggal usai Cabut Gigi Bungsu Berbuntut Bedah Paru-paru, Berat Badan Sisa 27 Kg

Lebih lanjut drg Anastasia menyebut, pilihan tindakan pencabutan gigi memang memiliki beberapa latar belakang faktor risiko yang bisa memicu kondisi komplikasi pada kondisi tertentu.

Diantaranya mereka atau pasien dalam kategori usia lanjut (lansia), penderita Diabetes Mellitus tidak terkontrol, pasien dengan sistem imun tubuh yang lemah maupun memiliki gangguan sistemik akibat kekurangan gizi.

Dokter harus memastikan kondisi pasien dalam keadaan stabil dan siap.

Sejumlah dokter gigi memeriksa pasien di Fakultas Kedokteran Gigi Unisula, jalan Raya Kaligawe, Kota Semarang, Jateng, Kamis (01/10/2015). Pemeriksaan gigi gratis ini diikuti 260 siswa SD dan siswa SLB. Acara dalam memperingati Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) ini ditargetkan tercapai 1.500 pasien selama tiga hari yang ditangani 283 tenaga kesehatan gigi. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan)
Sejumlah dokter gigi memeriksa pasien di Fakultas Kedokteran Gigi Unisula, jalan Raya Kaligawe, Kota Semarang, Jateng, Kamis (01/10/2015). Pemeriksaan gigi gratis ini diikuti 260 siswa SD dan siswa SLB. Acara dalam memperingati Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) ini ditargetkan tercapai 1.500 pasien selama tiga hari yang ditangani 283 tenaga kesehatan gigi. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan) (Tribun Jateng/Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan)

Pada kasus tertentu perlu bekerja sama dengan dokter ahli (spesialis) lain dalam mempersiapkan kondisi pasien pra, selama dan atau pasca pencabutan.

"Pasien wajib menceritakan riwayat dan latar belakang kesehatan kepada dokter yang menangani secara terperinci dan jujur. Beberapa kasus pasien harus dirujuk ke dokter ahli lain yang menangani kondisi anomali sistemik lain sebelumnya," ungkap drg Anastasia.

Berita Rekomendasi

"Kasus anomali pada jaringan gigi-geligi bisa berprognose lebih baik bila praktek SaMuRi (Periksa Mulut Sendiri) satu menit per hari serta upaya konsultasi rutin minimal 6 bulan sekali secara patuh dilakukan oleh setiap orang. Serta setiap anomali sesegera mungkin ditangani hingga tuntas sejak dini.", dokter Anastasia menambahkan.

Menurutnya, perencanaan yang baik, serta kerjasama yang saling kondusif antara team dokter dan pasien (beserta keluarga pasien) dapat meminimalisasi kejadian komplikasi dan memperlancar proses pemulihan pasca operasi hingga berjalan sesuai harapan.

Dokter bersama pasien sama-sama memegang peranan penting dalam setiap kasus atas setiap anomali yang terjadi/dialami.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas