Bahaya BPA Sebabkan Risiko Kemandulan, Begini Penjelasannya!
Pengaruhnya paparan BPA terhadap masalah reproduksi dan infertilitas telah ditunjukkan melalui beberapa studi.
Penulis: Muhammad Fitrah Habibullah
Editor: Anniza Kemala
TRIBUNNEWS.COM - Regulasi pelabelan bebas kandungan Bisphenol A (BPA Free) pada air minum dalam kemasan (AMDK) telah disahkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) .
Melalui Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, tepatnya pada Pasal 61A, diatur bahwa air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat harus mencantumkan peringatan dalam label yang berbunyi “dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan”.
Faktanya, regulasi pelabelan BPA ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat, terutama para konsumen AMDK.
BPA adalah senyawa kimia yang memang sering ditemukan dalam berbagai produk konsumen yang digunakan sehari-hari. Selain galon AMDK, BPA juga kerap ditemukan dalam wadah makanan dan botol bayi.
Ketika BPA bermigrasi melalui bahan kontak pangan ke dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi, risiko paparan BPA pada konsumen pun akan meningkat.
Ini menjadi hal yang perlu diwaspadai oleh konsumen, karena adanya risiko masalah kesehatan yang beragam. Salah satu yang menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir adalah pengaruhnya terhadap reproduksi dan infertilitas.
Baca juga: Masyarakat Makin Peduli Kesehatan, Penggunaan Galon AMDK BPA Free Kian Diminati
Studi buktikan paparan BPA tingkatkan risiko infertilitas
Ternyata, paparan BPA telah dikaitkan dengan berbagai masalah reproduksi pada manusia, termasuk penurunan cadangan ovarium atau Diminished Ovarian Reserve (DOR) dan infertilitas pada perempuan.
Untuk diketahui, DOR adalah kondisi di mana jumlah dan kualitas sel telur di ovarium berkurang, yang dapat menyebabkan kemandulan atau kesulitan perempuan untuk hamil.
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa wanita dengan tingkat paparan BPA yang lebih tinggi mungkin memiliki risiko lebih besar untuk mengalami DOR dan masalah kesuburan lainnya.
Salah satunya adalah studi di Ewha Womans University Mokdong Hospital Korea pada September-November 2014, yang melibatkan 307 orang perempuan berusia produktif (30-49 tahun).Hasil studi tersebut menunjukkan kadar BPA pada urin lebih tinggi pada kelompok dengan DOR, menunjukkan peluang 4,25 kali lebih besar mengalami infertilitas.
Selain itu, polip endometrium juga dilaporkan meningkat pada wanita dengan paparan ftalat yang tinggi. Ftalat ini merupakan kelompok senyawa kimia lain yang sering ditemukan bersamaan dengan BPA dalam berbagai produk konsumen.
Baca juga: YLKI dan Pakar Farmakologi Sambut Positif Aturan Baru BPOM soal Label Bahaya BPA pada Galon Bermerek
Oleh karena itu, risiko paparan disruptor endokrin atau Endocrine-disrupting chemicals (EDCs), termasuk BPA, harus menjadi perhatian penting bagi wanita usia produktif.
Tak hanya pada wanita, studi kohort yang dilakukan pada pria di Tiongkok menemukan bahwa peningkatan kadar BPA pada urin menurunkan konsentrasi, jumlah, vitalitas, dan motilitas sperma, serta mengurangi biosintesis testosteron, meningkatkan risiko penurunan kualitas sperma hingga 4 kali.