Upaya Rehabilitasi Penyandang Disabilitas dari Sulit Bergerak hingga Bisa Berjalan
Bayi JT di usia 1 tahun, didiagnosis mengalami ensefalopati hipoksia-iskemik neonatal (HIE) yang berdampak pada gangguan otak.
Penulis: Willem Jonata
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bayi JT di usia 1 tahun, didiagnosis mengalami ensefalopati hipoksia-iskemik neonatal (HIE) yang berdampak pada gangguan otak.
Tak hanya itu, ia juga didiagnosis spastic cerebral palsy.
Dengan kondisi tersebut bayi TJ mengalami kesulitan bergerak. Bahkan untuk mengangkat kepada saat tengkurap pun tidak bisa.
Untuk mengejar pencapaian seusianya, bayi TJ diikutsertakan mengikuti program Intervensi Gerakan Dinamis (DMI) Intensif Wings.
Seiring perkembangannya, tim terapinya menyertakan Terapi Getaran dan Program Tubuh Bagian Atas untuk melengkapi program. JT kecil juga bekerja dalam model Terapi Intensif (IMOT) selama kurang lebih satu tahun dengan sesi harian.
Melalui pendekatan ini, bayi TJ yang kini berusia 2 tahun mengalami perkembangan luar biasa.
Ia mulai bisa merangkak. Bahkan mampu mengambil langkah pertamanya untuk berjalan.
Sementara bocah berinial J, didiagnosis mengalami atrofi otot tulang belakang tipe II. Kondisi itu membuatnya tak bisa mengangkat badannya sendiri.
Saat berusia dua tahun, ia menerima suntikan Zolgensma untuk kondisinya tersebut.
Meskipun suntikan Zolgensma menghentikan perkembangan atrofi otot tulang belakangnya, namun tidak mengembalikan efek yang telah terjadi.
J kemudian mengikuti Program Terapi Intensif yang berfokus pada Intervensi Gerakan Dinamis.
Kini, pada tahun 2024, J yang sudah berusia lima tahun bisa berjalan secara mandiri dan tanpa bantuan.
Dia telah bertransisi ke program Olahraga Adaptif Intensif Wings dan saat ini belajar melewati tanjakan atau turunan, anak tangga, dan rintangan.