Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Obat Bayi BBLR dan Penyakit Langka Sudah Disahkan Pemerintah Sebagai Obat Resmi

Pemerintah telah mengambil langkah penting mencegah stunting akibat malnutrisi untuk para bayi yang lahir prematur ataupun Berat Badan Lahir Rendah.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Obat Bayi BBLR dan Penyakit Langka Sudah Disahkan Pemerintah Sebagai Obat Resmi
Sumber: Freepik
Ilustrasi - Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah penting untuk mencegah stunting akibat malnutrisi untuk para bayi yang lahir prematur ataupun Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan anak dengan kelainan metabolik langka. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah penting untuk mencegah stunting akibat malnutrisi untuk para bayi yang lahir prematur ataupun Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan anak dengan kelainan metabolik langka.

Hal tersebut terkait diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2197/2023 tentang Formularium Nasional.

Keputusan ini mencakup dijaminnya Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) untuk bayi prematur ataupun BBLR dan juga untuk anak–anak yang menderita kelainan metabolik langka.

Pencantuman PKMK dalam Formularium Nasional yang kemudian menjadi dasar pengklaiman JKN membawa harapan baru bagi para anak dengan kelainan metabolik langka di Indonesia.

Baca juga: Waspada! Beredar Modus Penipuan Mengatasnamakan Irjen Kemenkes dengan Nomor Palsu

Ketua Yayasan Mucopoly Sacharidosis (MPS) dan Penyakit Langka Indonesia, Peni Utami, mengatakan langkah pemerintah berperan penting untuk meningkatkan kualitas hidup para penderita penyakit langka.

"Kami sangat menghargai upaya pemerintah untuk menyertakan PKMK dalam formularium nasional. PKMK ini bertujuan untuk menyelamatkan jiwa pasien," ujar Peni dalam keterangannya, Jumat (30/8/2024).

Berita Rekomendasi

Peni juga menambahkan, di Indonesia, sebagian besar PKMK masih sulit didapatkan dan harganya sangat mahal.

Oleh sebab itu, pihaknya tengah memperjuangkan agar PKMK bisa dijamin oleh pemerintah sebagai hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.

Adapun PKMK yang sudah disertakan dalam Formularium Nasional kali ini mencakup pengobatan untuk Maple Syrup Urine Disease, kelainan metabolik Isovaleric Acidemia, Tyrosinemia, Phenylketonuria, Galaktosemia dan Bayi Prematur.

Sebagai informasi, kasus prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki prevalensi yang tinggi.

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menyatakan 11,1 persen bayi di Indonesia lahir dengan periode waktu kurang dari 37 minggu (prematur).

Kondisi prematur dan BBLR juga merupakan faktor risiko menyebabkan stunting.

Pangan olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) adalah salah satu bentuk terapi yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) sejak tahun 2009 untuk penyakit langka kelainan metabolisme bawaan yang membuat bayi tidak dapat mengonsumsi air susu ibu (ASI).

Baca juga: PP Kesehatan Dinilai Bebankan Permasalahan Penyakit Tidak Menular ke Produsen Pangan

PKMK bertujuan menyelamatkan jiwa pasien serta mengurangi potensi terjadinya stunting.

Kepala Pusat Penyakit Langka RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, dr Damayanti Rusli Sjarif menjelaskan, pasien penyakit langka di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan.

"Apalagi biaya penanganan penyakit langka relatif mahal, padahal terdapat beberapa penyakit langka yang dapat diobati dengan PKMK ini," katanya.

"Biaya yang diperlukan untuk PKMK ini bisa mencapai Rp 4 hingga 5 juta per pasien per bulan sehingga perlu dukungan agar pasien penyakit langka bisa hidup menjadi SDM yang berkualitas dan bebas malnutrisi atau stunting," ujar Damayanti.

Damayanti berharap langkah pemerintah yang telah menyertakan pengobatan PKMK sebagai salah satu obat yang diikutsertakan dalam Formularium Nasional dapat membantu pengobatan penderita penyakit langka dan mengurangi kejadian stunting di Indonesia.

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Eva Susanti mengungkapkan bahwa 50 persen penyandang penyakit langka adalah anak-anak, namun hanya 5 persen obat-obatan untuk penyakit langka tersedia.

Eva menyebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini, tetapi masih diperlukan penguatan surveilans, deteksi dini, dan tata laksana yang tepat untuk setiap kasus.

Untuk diketahui, penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah, sekitar 1 dari 2.000 populasi.

Sebagian besar atau 80 persen kasus penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik, dengan 30 persen kasus berakhir pada kematian sebelum usia 5 tahun.

Beberapa penyakit langka yang ada di Indonesia di antaranya adalah Mukopolisakaridosis (MPS) tipe II atau sindrom Hunter dengan angka kejadian 1 dari 162.000, Maple Syrup Urine Diseases (MSUD) dengan angka kejadian 1 dari 180.000 kelahiran hidup, dan Glucose-galactose malabsorption syndrome yang jumlah pasiennya hanya sekitar 100 orang di seluruh dunia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas