Kemenkes Temukan Adanya Dugaan Permintaan Uang pada Dokter Aulia, Diminta Setor Rp 40 Juta Per Bulan
Syahril mengatakan, berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) temukan dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum senior kepada almarhum mahasiswi PPDS Anestesi Undip, dokter Aulia Risma Lestari.
"Permintaan uang ini berkisar antara Rp 20–Rp 40 juta per bulan," ujar Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam keterangannya di Jakarta, dilansir dari Kompas.com, Minggu (1/9/2024).
Baca juga: Kasus Kematian Dokter Aulia, Polisi Tunggu Hasil Autopsi Psikologi Hingga Terima Bukti Dari Kemenkes
Syahril mengatakan, berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022.
Disebutkan Aulia Risma ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya.
Baca juga: Isi Rekaman Suara Diduga Dokter Aulia, Curhat ke Ayah Tak Sanggup Jalani PPDS Undip
Ia juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik.
Kebutuhan non-akademik tersebut meliputi membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan berbagai kebutuhan senior lainnya.
Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga.
Faktor inilah diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran.
Karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril
Syahril menyebut, bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut.
Baca juga: Ayah Meninggal 15 Hari setelah Dokter Aulia Dimakamkan, Menkes Janji Hilangkan Perundungan di PPDS
Sebagai informasi Dokter Aulia Risma Lestari, merupakan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Ia mengakhiri hidup karena diduga tidak kuat dibully atau dirundung selama menjalani masa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.