Holding BUMN Wujudkan Efisiensi Kerja dan Anggaran
Topik pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih hangat diperbincangkan, dan tentunya menuai banyak pro dan kontra.
TRIBUNNEWS.COM - Topik pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih hangat diperbincangkan. Beberapa pihak menilai penyatuan beberapa BUMN dalam satu perusahaan induk atau holding ini sebagai strategi yang dapat memperkuat BUMN dan lebih menguntungkan Negara dan masyarakat.
Pada kenyataannya, konsep perusahaan induk untuk BUMN ini bukan hal baru dalam konteks persaingan global. Jika kita lihat dari Negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.
Singapura telah memiliki perusahaan induk BUMN bernama Temasek sejak 1974. Perusahaan induk ini membawahi sejumlah BUMN dan kini telah memiliki aset mencapai 275 miliar dollar Singapura atau sekitar Rp 2.750 triliun. Sedangkan Malaysia juga telah memiliki perusahaan induk BUMN yang bernama Khazanah Nasional.
Indonesia sendiri juga sudah memiliki perusahan induk BUMN, salah satu yang paling pertama berdiri adalah PT Semen Indonesia yang menjadi induk bagi Semen Gresih, Semen Padang, dan Semen Tonasa.
Sebenernya, keberadaan perusahaan induk BUMN telah memiliki dasar hukumnya, antara lain Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
Menurut Sekretaris Perusahaan Semen Indonesa, Agung Wiharto, setelah penyatuan perusahaan dalam satu perusahaan induk ini kekuatan organisasi perlahan meningkat.
"Dengan bergabung jadi satu, kami tak perlu membangun pabrik sendiri-sendiri. Selain itu, sumber daya manusia terbaik dapat kami hadirkan di perusahaan induk," ujar Agung dalam Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Mengapa Perlu Holding BUMN?", Selasa (5/12/2017), di Jakarta.
Beberapa tahun setelah terbentuk, perusahaan induk industri semen ini mendapatkan hasil yang positif. Terjadi peningkatan volum penjualan total domestik dan regional, di 2014 sebesar 28,5 juta ton dan di 2016 angkanya menyentuk angka 29,1 juta ton. Perusahaan ini pun berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 26,134 triliun di 2016.
"Tantangan bisnis semen adalah distribusi dan logistik. Sekarang kami memiliki semua itu setelah menjadi satu," tambah Agung.
Efisiensi BUMN amat penting jika berkaca pada peranan BUMN bagi Tanah Air. Dengan total 118 BUMN pada 13 sektor, BUMN hadir untuk membawa kesejahteraan bagi segenap rakyat Indonesia.
Kuatnya BUMN Tanah Air tercermin dari besarnya total aset yang mencapai Rp 6.694 triliun per semester I tahun 2017. Pendapatan pun menyentuh Rp 936 triliun.
Adapun kontribusi pajak dan dividen BUMN terhadap anggaran pendapatan belanja negara (APBN) juga relatif stabil. Pada 2014 angkanya sebesar Rp 211 triliun. Kemudian, pada 2016 kontribusinya sebesar Rp 203 triliun.
Menurut Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta hadirnya perusahaan induk diharapkan mampu meningkatkan investasi BUMN.
Dengan begitu, BUMN dapat meraih tambahan modal tanpa bergantung pada APBN.
"Kondisi itu membuat APBN bisa dialihkan untuk kebutuhan sosial lain, misalnya pemerataan pembangunan daerah pinggiran," ujar Isa.
Dia memastikan, proses pembentukan perusahaan induk tidak mengurangi kontribusi BUMN terhadap negara, yaitu setoran pajak dan dividen.
Berangkat dari tujuan untuk mengefisiensikan BUMN ini, Pemerintah telah membentuk perusahaan induk BUMN lainnya. Kali ini pada bidang pertambangan di bawah naungan induk PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Wianda Pusponegoro mengatakan, hadirnya perusahaan induk pertambangan itu memberi dampak positif bagi Tanah Air.
Sebagai contoh, proses hilirisasi tambang dapat terwujud di dalam negeri.
"Hakikat BUMN adalah menjadi agen pembangunan nasional. Demikian pula, dalam hal pengelolaan sumber daya alam harus menguntungkan segenap masyarakat," tuturnya.
Kehadiran perusahaan induk, lanjut Wianda, berdampak positif untuk mempercepat laju kinerja BUMN. Efisiensi dapat terwujud baik dari segi pengambilan keputusan strategis maupun anggaran.
Bersatunya sejumlah entitas bisnis sejenis membuat alat operasional dapat dipakai bersama-sama. Hal itu tentu menghemat pengeluaran dibandingkan jika setiap BUMN melakukan investasi sendiri-sendiri.
"Ke depan, perusahaan induk BUMN diharapkan terwujud pada sektor perbankan, pangan, perumahan, migas, serta konstruksi dan jalan tol," imbuh Wianda.