Asosiasi LPKS Diminta Tingkatkan Kualitas Pelatihan di era Revolusi Industri 4.0
Asosiasi LPKS diharapkan dapat membantu upaya pemerintah dalam mempersiapkan tenaga-tenaga kompeten dan profesional.
Editor: Content Writer
Pemerintah mendorong Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) di seluruh Indonesia yang tergabung dalam wadah Asosiasi LPKS agar meningkatkan mutu layanan dan penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas.
Asosiasi LPKS diharapkan dapat membantu upaya pemerintah dalam mempersiapkan tenaga-tenaga kompeten dan profesional yang dapat bersaing di tingkat global, khususnya pada bidang digitalisasi, otomasi dan artifisial intelligent.
“Peningkatan mutu layanan pelatihan merupakan sesuatu yang mutlak, terlebih dengan tantangan ke depan di era revolusi industri 4.0 saat ini,” kata Dirjen Binalattas Kementerian Ketenagakerjaan, Bambang Satrio Lelono pada Acara Penutupan Rapat Koordinasi Asosiasi Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) Tahun 2018 di Yogyakarta (15/3/2018).
Menurut Dirjen Satrio, perbaikan mutu keluaran lembaga pelatihan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, akademisi, dunia usaha dan dunia industri serta masyarakat.
“Ke depan pembangunan Indonesia akan berfokus pada SDM untuk mengelola infrastruktur yang sudah kita bangun. Kita akan melibatkan seluruh komponen dalam mencetak tenaga kerja handal, termasuk LPKS ini,”kata Dirjen Satrio.
Dalam kesempatan ini, Dirjen Satrio berharap semua lembaga pelatihan yang ada memiliki satu presepsi, visi dan misi serta berkomitmen dalam rangka peningkatan kualitas SDM Bangsa Indonesia.
“Peningkatkan mutu lulusan LPKS yang kompeten dan berdaya saing, sebagai nilai jual strategis sesuai kebutuhan Industri. Saya berharap kedepan, bapak-ibu yang ada disini sebagai pelaksana, kita (pemerintah) hanya sebagai pendorong ataupun motivator yang memfasilitasi. Namun output keluaran pelatihan kualitasnya harus terjaga. Jangan sampai output pelatihan tidak diterima dipasar kerja,” jelas Dirjen Satrio.
Berdasarkan data Kemnaker saat ini tercatat 8. 066 lembaga pelatihan kerja. Namun dari jumlah itu, baru sebanyak 4.324 lembaga.yang sudah memiliki vocational identification number (Vin) dari Direktorat Lembaga Pelatihan Ditjen Binalattas Kementerian Ketenagakerjaan.
Sementara itu Direktur Bina Pemagangan Kemnaker, Asep Gunawan, berpendapat bahwa antara Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang dibina Kemnaker dan Lembaga Kursus Pelatihan (LKP) yang dibina Kemdikbud harus memiliki standar keluaran yang sama.
“Memang tidak boleh ada dikotomi di daerah antara LPK dan LKP, kita sepakati dulu aturan bermain. Kita seragamkan dulu standar pelatihan yang ada. Jangan sampai terjadi dualisme standar baik LPK dan LKP.” ujar Asep.
Menurut Asep, LPKS bergerak di ranah bisnis, sedangkan Balai Latihan Kerja milik pemerintah berfungsi sebagai pengembangan, yang sudah berjalan di teruskan oleh LPK dan LKP. Pemerintah hanya memfasilitasi.
Sejalan dengan hal tersebut Sekertaris Jenderal Sekjen Himpunan Pimpinan Pendidik Pelatihan dan Kewirausahaan Indonesia (HP3KI), Ali Badarudin, berujar pihaknya berharap kedepan tidak ada lagi sekat organisasi mitra, tidak ada lagi ego sektoral dana maupun ego himpunan.
“Kita berkomitmen mendukung pemerintah dalam menciptakan tenaga kerja terampil di pusat dan daerah sesuai dengan kebutuhan industri. Lulusan pelatihan kerja yang kompeten dan sesuai kebutuhan industri mempercepat pengurangan pengangguran dan memperbanyak wirausaha mandiri,” kata Ali.
Rakor LPKS ini dihadiri 92 Peserta dari 4 (empat) asosiasi besar yaitu Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia (HILLSI), Himpunan Pimpinan Pendidik Pelatihan dan Kewirausahaan Indonesia (HP3KI), Himpunan Penyelenggara Pelatihan dan Kursus Indonesia (HIPKI) serta Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (FPLKP).(*)