Catatan Akhir Tahun 2019: Memperkokoh Peran MPR RI Sebagai Daulat Rakyat
Refleksi akhir tahun ini memiliki signifikansi penting bagi MPR RI sebagai sarana untuk muhasabah diri terkait kinerja kelembagaan yang telah dihasilk
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Tanpa terasa tahun 2019 tinggal menyisakan bilangan hari lagi. Gemuruh suara dan pekik bahagia akan segera berkumandang di seluruh penjuru negeri dalam menyongsong tahun baru 2020 yang pasti penuh tantangan sekaligus peluang.
Apa yang terjadi pada 2019 akan dijadikan sebagai ruang pembelajaran dan media refleksi agar apa yang dilakukan pada tahun berikutnya dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat.
Hal ini juga berlaku bagi Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sebagai sebuah lembaga tinggi negara yang mengemban tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan daulat dan amanah rakyat.
Baca: Ketua MPR Dorong Pemerintah Tetap Prudent Kelola Ekonomi 2020
Refleksi akhir tahun ini memiliki signifikansi penting bagi MPR RI sebagai sarana untuk muhasabah diri terkait kinerja kelembagaan yang telah dihasilkan, apa yang masih harus ditunaikan dan disempurnakan, serta inovasi apa yang akan ditelurkan agar peran dan fungsi MPR RI semakin kokoh ke depan.
Agar refleksi ini dapat menjadi cerminan yang jernih sebagai bekal menjalankan amanah rakyat di tahun berikutnya, paradigma yang dipakai seyogianya bersifat dialogis dan bukan monolog.
Dengan kata lain, refleksi yang dilakukan harus bersifat terbuka dan menyerap segala saran dan masukan, termasuk kritik yang konstruktif dari rakyat.
Eksistensi MPR RI saat ini tidak terlepas dari keberadaan MPRI RI periode sebelumnya. Ada beberapa rekomendasi MPR RI 2014-2019 yang diamanatkan kepada MPR RI 2019-2024 untuk dibahas dan ditindaklanjuti.
Beberapa agenda yang “diwariskan” tersebut antara lain mengenai penyusunan pokok-pokok haluan negara dalam format GBHN sebagai panduan perencanaan pembangunan nasional, penataan wewenang dan tugas MPR RI, penataan kewenangan DPD RI dan kekuasaan kehakiman, penguatan sistem presidensial, serta pembaharuan sistem hukum dan peraturan perundang-undangan.
Kesemua agenda tersebut akan bermuara pada satu mekanisme, yakni amandemen UUD NRI 1945.
UUD NRI 1945 sebagai landasan konstitusional sekaligus konsensus dasar kebangsaan membuka ruang lebar untuk dilakukan perubahan. Hal ini secara eksplisit tertuang dalam beberapa batang tubuhnya, seperti pada pasal 1 ayat (2), pasal 3 ayat (1), serta pasal 37 ayat (1) dan (2).
Pasca tumbangnya rezim orde baru, telah dilakukan amandemen UUD NRI 1945 sebanyak empat kali sejak 1999 hingga 2002 sebagai tindak lanjut mandat reformasi.
Baca: Parlemen Maroko Akan Ajak Arab, Eropa dan Afrika Dukung MPR RI Bentuk Forum Majelis Syuro Sedunia
Amandemen tersebut menyentuh banyak aspek meliputi perubahan status kelembagaan MPR RI dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi lainnya, perubahan masa jabatan dan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden, penerapan prinsip desentralisasi pemerintahan, hingga pembentukan DPD RI untuk memperkuat sistem perwakilan.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi melalui dialektika yang panjang dan dialogis dengan merangkum segenap aspirasi rakyat tanpa kecuali.
Setiap usulan yang muncul segera ditampung, dicermati dan dikaji secara mendalam maslahat dan mudaratnya bagi penguatan sistem politik dan pemerintahan.