467 Calon Pekerja ABK AIDA Cruise yang Difasilitasi Kemenhub Tiba di Jerman
Sebanyak 467 pelaut berkewarganegaraan Indonesia yang akan bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) Kapal Pesiar milik AIDA Cruise, Kamis (23/7/2020).
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 467 orang pelaut berkewarganegaraan Indonesia yang akan bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) Kapal Pesiar milik AIDA Cruise, Kamis hari ini (23/7/2020) telah tiba di Jerman.
Dua pesawat charter yang mengangkut para ABK WNI tersebut diterbangkan dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Bandara Rostock-Laage Jerman pada tanggal 21 Juli 2020.
Setibanya di Jerman para ABK WNI langsung disambut oleh Duta Besar RI untuk Negara Jerman, Arif Hafaz Oegroseno dengan didampingi pimpinan perusahaan AIDA Cruise.
Baca: Kapal Motor Bahari Indonesia Terbakar di Laut Jawa, 26 ABK Selamat
Selanjutnya para ABK WNI langsung menuju ke kapal milik AIDA Cruise Jerman untuk menjalani karantina mandiri. Pengiriman para ABK ini dilakukan melalui perusahaan perekrutan dan penempatan awak kapal atau pemegang Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) yaitu PT. Alpha Magsaysay.
Baca: Pemotongan Bangkai Kapal Harus Mengikuti Persyaratan dan Prosedur Hukum yang Berlaku
Menurut Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Sudiono mengatakan bahwa para ABK asal Indonesia yang diberangkatkan ke Jerman tersebut akan bekerja sebagai ABK Kapal Pesiar pada jaringan Kapal milik AIDA Cruise yaitu Kapal AIDA Mar, AIDA Perla dan AIDA Blu.
Demi mencegah penyebaran Covid-19, terdapat pembatasan jumlah penumpang dan awak kapal sebanyak 1/3 dari total kapasitas kapal.
Kapal AIDA Mar sendiri memiliki kapasitas keseluruhan untuk 3.306 orang, hanya akan diisi 800 orang penumpang dan 440 kru (total 1.240 orang), sedangkan AIDA Perla dengan kapasitas 5.300 orang hanya akan diisi oleh 1.200 penumpang dan 860 kru (total 2.060 orang ).
Baca: Kemenhub Perketat Pengawasan dan Penegakan Hukum di Bidang Pelayaran
“Seluruh ABK yang diberangkatkan ini telah lulus test PCR, serta dilakukan karantina di hotel yang ditunjuk oleh ship owner. Begitu juga setelah setibanya di Jerman dilakukan karantina selama 72 jam sebelum naik kapal," ungkap Sudiono.
Ia melanjutkan, "Selagi menunggu hasil test PCR tersebut seluruh ABK ditampung di Hotel yang telah di tunjuk oleh ship owner serta akan dilakukan pengecekan secara reguler di atas kapal dengan biaya ditanggung sepenuhnya oleh ship owner."
Selain itu, lanjut Sudiono, sebelum naik kapal seluruh ABK juga wajib menjalani training kebersihan dan kesehatan sesuai standar dan ketentuan yang telah disetifikasi oleh perusahaan independen berlokasi di Jenewa, SGS Fresenius.
Sudiono juga beranggapan, awak kapal harus diposisikan sebagai pekerja kunci, khususnya di masa Pandemi Covid-19, mengingat di masa sulit ini penting untuk memastikan agar rantai pasokan global terus berjalan demi mempertahankan perekonomian nasional.
Selain itu, penting pula untuk menjaga operasi pelayaran atau transportasi laut tetap berjalan dengan aman dan efisien, mengingat 80 persen perdagangan dunia dilakukan melalui jalur laut.
Ketidakmampuan untuk memfasilitasi pertukaran awak kapal inilah, lanjut Sudiono, yang kemudian menyebabkan terjadinya penundaan atau kebuntuan dalam keberlangsungan rantai pasokan global yang sangat penting, khususnya di masa pandemi Covid-19.
Baca: Kemenhub Galang Aksi Bantu Korban Bencana Banjir Bandang di Masamba
“Oleh karena itu, penting bagi perusahaan pelayaran internasional untuk dapat melakukan pertukaran awak kapal di seluruh dunia, terlepas dari pembatasan-pembatasan yang diberlakukan di setiap negara sebagai langkah penanggulangan Covid-19,” tukasnya.
Pemerintah Indonesia, menurut Sudiono, berperan aktif dalam mendukung kemudahan pertukaran awak kapal, salah satunya dengan memfasilitasi pertukaran awak kapal bagi pelayaran Internasional dan pertukaran awak kapal di wilayah Indonesia.
“Selain itu, Indonesia juga berkomitmen untuk memberikan kemudahan-kemudahan di semua pihak bagi Pelaut dalam melakukan proses pertukaran awak kapal dan proses repatriasi, tentunya sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” ujar Sudiono. (*)