Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

HNW: Kejagung Harus Usut Perusahaan Sawit Yang Sponsori Penundaan Pemilu

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan MPR akan terus mengawal konstitusi dan mendukung Kejagung untuk mengusut persoalan minyak goreng.

Editor: Content Writer
zoom-in HNW: Kejagung Harus Usut Perusahaan Sawit Yang Sponsori Penundaan Pemilu
Doc. MPR
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritisi kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kamis (10/3/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA menyatakan, MPR tak pernah luput dari tugasnya mengawal Konstitusi.

Juga mewaspadai dan menolak masuknya kepentingan oligarki dengan berbagai daya dan upaya untuk melanggengkan kepentingan oligarkhis mereka dengan penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden. Apalagi dengan menunggangi isu amandemen UUD NRI 1945.

Pernyataan, ini disampaikan HNW, sapaan Hidayat Nur Wahid mengomentari pernyataan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebelumnya, salah satu politisi PDI Perjuangan, mengaku memperoleh informasi dugaan korupsi terkait minyak goreng yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar merupakan bentuk sponsorsip untuk membiayai wacana penundaan Pemilu 2024. Sekaligus memperpajangan masa jabatan, bahkan konon juga untuk membayari MPR.

“Informasi yang disampaikan saudara Masinton tersebut memang perlu diverifikasi kebenarannya. Bahkan bagus sekali bila beliau buka-bukaan soal informasi yang menghebohkan ini. Siapa saja pihak perusaahan kelapa sawit yang sudah merugikan bangsa dan negara akibat migor langka dan mahal, dan malah terlibat dalam persekongkolan jahat itu. Dan agar Kejagung juga segera menindaklanjutinya dengan mengusut tuntas dan nantinya memberikan sanksi hukum yang keras bila informasi itu terbukti benar adanya,” ujarnya di Jakarta, Senin (25/4/2022).

Bila informasi itu benar, kata HNW maka tindakan tersebut merupakan jenis kejahatan hukum dan pelecehan terhadap konstitusi secara serius. Karena telah menyeret MPR ke dalam fitnah yang mencoreng nama dan marwah MPR. Padahal, MPR sebagai benteng penjaga, pembuat dan pensosialisasi Konstitusi, sejak tahun lalu sudah menegaskan tidak ada agenda amandemen UUD untuk memperpanjang masa jabatan Presiden.

“Badan Pengkajian MPR beserta seluruh Fraksi dan kelompok DPD di MPR sudah sepakat tidak mengamandemen UUD terkait PPHN untuk menutup pintu yang ada agar tidak ditunggangi oleh agenda selundupan amandemen guna memperpanjang masa jabatan Presiden,” ujarnya.

Wacana penundaan pemilu dan memperpanjang jabatan Presiden, menurut HNW hanya bisa dilakukan melalui amandemen UUD NRI 1945 via MPR. Oleh karenanya, ia mengatakan selaku pimpinan MPR akan terus komitmen tegak lurus menaati Konstitusi, yang sudah jelas mengatur masa jabatan Presiden maksimal dua periode, dan Pemilu setiap lima tahun.

BERITA TERKAIT

Juga menguatkan komitmen Pimpinan MPR serta kesepakatan bulat di BP MPR bahwa tidak ada amandemen UUD terkait perpanjangan masa jabatan Presiden.

“Apalagi sikap Pemerintah dari Presiden Jokowi, Menkopolhukam dan Mendagri semakin jelas, dengan dilantiknya KPU dan Bawaslu, bahwa tidak ada perubahan terhadap agenda Pemilu serentak pada 14 Februari 2024,” ujarnya.

Seluruh lembaga survey kata HNW sejak Januari hingga April menyebutkan hasil yang sama bahwa mayoritas Responden termasuk yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi, tidak setuju penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden.

Bahkan Presiden Jokowi akhirnya menegaskan bahwa beliau tidak setuju dengan perpanjangan masa jabatan Presiden, dan mengingatkan menterinya berhenti mewacanakan penundaan atau perpanjangan masa jabatan Presiden.

Presiden juga meminta para menteri focus bersama KPU mempersiapkan tahapan menuju pelaksanaan Pemilu serentak pada 2024. Tetapi, di tengah peta sosial dan politik, yang sangat jelas, sangat disayangkan, ada saja oligarkhi dan pengekornya yang menjual isu perpanjangan masa jabatan Presiden. Bahkan kabarnya untuk itu akan membayari MPR.

“Ini adalah jenis kejahatan serius yang akan merusak demokrasi dan kepercayaan terhadap Konstitusi serta Lembaga-Lembaga Negara. Itu sangat membahayakan masa depan demokrasi dan NKRI. Karenanya Kejagung perlu segera mengusut tuntas dan menghukum keras mereka yang melanggar hukum dan berbuat jahat terhadap Konstitusi. Mereka juga menyebar niat dan aksi kotor akan membayari MPR, suatu hal yang pasti akan ditolak oleh MPR,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas