Lestari Moerdijat Soroti Pentingnya Kesehatan Mental Anak dan Remaja untuk Indonesia Emas 2045
Lestari mengatakan bahwa kesehatan mental anak dan remaja harus diwujudkan melalui berbagai upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Lestari Moerdijat menghadiri kegiatan diskusi daring dengan tema 'Tantangan Kesehatan Mental Anak dan Remaja Indonesia Menuju 2045', yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (31/7/2024).
Pada kesempatan ini, ia mengatakan bahwa kesehatan mental anak dan remaja harus diwujudkan melalui berbagai upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat, demi masa depan anak bangsa yang lebih baik.
"Kesehatan mental itu menunjang kesehatan manusia secara menyeluruh. Karena dengan mental yang sehat orang mampu mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuan mereka, belajar dengan baik dan berkontribusi pada komunitas mereka," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring tersebut.
Lestari, yang akrab disapa Rerie, menyebut bahwa masalah kesehatan mental tidak dipungkiri sudah mendunia. Berdasarkan catatan situs Our World Data, diperkirakan satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki akan mengalami depresi berat dalam hidupnya.
"Bagaimana bangsa kita mampu menyiapkan diri menangani kondisi tersebut dengan langkah nyata, itu menjadi tantangan kita saat ini," ujar Rerie.
Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, untuk mencegah bertambahnya prevalensi gangguan mental, diperlukan kemampuan menciptakan struktur dan sistem sosial yang menunjang program peningkatan kualitas manusia Indonesia.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengingatkan, pada 2045 para remaja saat ini akan berada pada puncak kepemimpinan nasional. Bila tidak dipersiapkan kesehatan secara fisik dan mentalnya akan sulit mewujudkan Indonesia Emas.
Menurutnya, Indonesia Emas 2045 harus disambut dengan kesiapan mental anak bangsa agar mampu menerima tongkat estafet kepemimpinan untuk melanjutkan proses pembangunan nasional yang lebih baik.
Baca juga: Lestari Moerdijat Sebut Peningkatan Minat Wisata Halal Harus Diantisipasi dengan Langkah yang Tepat
Diskusi yang dimoderatori Dr. Irwansyah (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ (Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI), Dr. Tjut Rifameutia, M.A., Psikolog (Dosen Fakultas Psikologi, Univ. Indonesia) dan Vera Itabiliana Hadiwidjojo,S.Psi., M.Psi (Psikolog Anak dan Remaja) sebagai narasumber. Selain itu hadir pula Nurhadi (Anggota Komisi IX DPR RI) sebagai penanggap.
Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Nova Riyanti Yusuf selaku narasumber dalam diskusi ini mengungkapkan, sebagai pusat layanan kesehatan jiwa nasional, lembaga yang dipimpinnya berperan sebagai pengampu penanganan kesehatan mental masyarakat di tanah air.
Menurut Nova, pada kasus gangguan kesehatan mental selalu ada depresi yang menyertai aksi bunuh diri, sehingga sejatinya aksi bunuh diri bisa dicegah bila ada deteksi dini terhadap kondisi kesehatan mental masyarakat.
Usia remaja, tambah dia, merupakan kelompok yang berisiko terpapar gangguan mental, karena pada usia tersebut masih senang mengambil risiko dan merasa mampu kendalikan segalanya. Padahal, usia remaja saat ini adalah para calon pemimpin di masa depan untuk mencapai Indonesia Emas 2045 yang telah dicanangkan.
Nova mengungkapkan untuk mencegah tindakan menyakiti diri sendiri dan bunuh diri yang merupakan bagian dari kasus gangguan mentaldi masyarakat, perlu dibangun sistem surveilance yang memadai di tanah air.
Ia pun menegaskan bahwa upaya pencegahan gangguan kesehatan mental di masyarakat perlu melibatkan pihak di luar keluarga dan instansi kesehatan, seperti komunitas dan lingkungan masyarakat.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia