Kritisi Hilangnya Program Atensi untuk Yatim Piatu, HNW Tuntut Penguatan Program Perlindungan Sosial
Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid mengungkapkan keprihatinan atas antara lain hilangnya program atensi kepada Yatim Piatu
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota DPR-RI Komisi VIII, Hidayat Nur Wahid, mengungkapkan keprihatinan atas antara lain hilangnya program atensi kepada Yatim Piatu dalam program Kementerian Sosial RI 2025, serta kekhawatiran mendalam terkait tren penurunan kelas menengah di Indonesia. Dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR-RI dengan Menteri Sosial RI, HNW sapaan akrabnya menyoroti data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan penurunan signifikan jumlah penduduk kelas menengah, dari 57,3 juta pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024.
“Terlepas dari kriteria yang dipergunakan, data BPS menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan terus menurun menjadi 9,03 persen per Maret 2024, terendah dalam satu dekade terakhir. Tetapi ironisnya jumlah penduduk kelas menengah juga mengalami penurunan drastis. Selama lima tahun terakhir, sebanyak 9,48 juta orang telah turun kelas, baik satu level ke bawah menjadi kelompok 'menuju kelas menengah,' atau bahkan dua level ke bawah menjadi kelompok 'rentan miskin',” terang Hidayat langsung kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini, Selasa (3/9) saat Raker Komisi VIII DPR-RI dengan Kementerian Sosial RI.
HNW menggarisbawahi bahwa penurunan kelas menengah ini memang bukan hanya khas Indonesia, tetapi tetap harus diwaspadai dan diantisipasi oleh Pemerintah/Kemensos. Karena ia potensial menciptakan situasi yang rentan, di mana banyak masyarakat yang sebelumnya berada di kelas menengah kini berisiko jatuh ke bawah garis kemiskinan jika terjadi guncangan ekonomi. Oleh karena itu, ia mendesak Kementerian Sosial untuk selain fokus pada kelompok miskin, tetapi juga memperhatikan kelompok 'rentan miskin' dan 'menuju kelas menengah'.
“Dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu, kelompok ini sangat rentan jatuh ke garis kemiskinan jika terjadi krisis atau kondisi buruk lainnya. Kemensos perlu memikirkan dan memperluas program perlindungan sosial yang juga menyasar mereka, dengan tidak menomer duakan perhatian dan kepedulian terhadap masyarakat miskin,” tegasnya.
Selain itu, Hidayat menekankan pentingnya dukungan yang memadai bagi SDM Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai ujung tombak penyaluran program perlindungan sosial. Ia menyampaikan kekhawatiran terkait pengurangan anggaran untuk SDM PKH dari 38 ribu orang pada tahun 2024 menjadi hanya 23.410 orang pada tahun 2025.
Hidayat mendorong agar honor SDM PKH disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR), sehingga mereka bisa mendapatkan penghasilan yang layak sesuai dengan standar yang berlaku di daerah masing-masing. Dirinya mendukung adanya operasional P2K2 bagi SDM PKH, mengingat selama ini mereka menggunakan dana swadaya untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut.
Lebih lanjut, Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini juga menolak penghapusan dua program penting dalam rancangan anggaran Kemensos 2025, yakni Program Atensi Yatim Piatu bagi 266.673 anak, yang sebelumnya dianggarkan Rp 563,9 miliar pada tahun 2024, dan Program Permakanan bagi disabilitas serta lansia, yang sebelumnya memiliki anggaran lebih dari Rp 1,2 triliun.
Menurutnya, kedua program tersebut merupakan hasil kesepakatan dan kebijakan di Komisi VIII sebagai bentuk keberpihakan terhadap anak yatim, disabilitas, dan lansia. Penghapusan program ini menimbulkan keprihatinan yang mendalam dan harusnya ditinjau kembali agar tidak merugikan kelompok-kelompok rentan tersebut. Apalagi untuk Program Atensi Yatim Piatu (YAPI) jumlah yang tahun lalu diberlakukan baru mencapai sekitar 6 persen dari keseluruhan Yatim/Yatim Piatu di Indonesia yang berjumlah sekitar 4 juta yatim/piatu. Sangat disayangkan, alih-alih ditambah jumlah Yatim/Piatu yang dipedulikan oleh Negara, sesuai amanat Konstitusi, untuk tahun depan (2025) malah dihapus/dihilangkan samasekali.
“Kami di Komisi VIII DPR-RI telah berupaya keras memperjuangkan program-program ini demi keberpihakan kepada kelompok Masyarakat yang paling membutuhkan. Penghapusan ini tidak hanya bertentangan dengan konstitusi dan tujuan awal yang disepakati oleh Kemensos dan Komisi VIII DPR-RI, tetapi juga menimbulkan risiko besar bagi kesejahteraan mereka, serta tercererainya rasa keadilan di tengah masyarakat,” lanjutnya.
Menanggapi kritik dan saran tersebut, Mensos Risma mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengusulkan seluruh program perlindungan sosial eksisting untuk lanjut di tahun 2025. Namun pada pagu indikatif yang dimunculkan oleh Kementerian Keuangan beberapa program tersebut justru mendadak hilang.
Hidayat mendesak Kemensos untuk tetap memperjuangkan pengadaannya, dan mengingatkan kepada Pemerintahan baru nanti agar dapat mengakomodir dan menguatkan program perlindungan sosial yang hilang tersebut.
“Dengan turunnya kelas menengah dan meningkatnya kelompok rentan miskin, serta masih sangat besarnya Warga yang Yatim/Piatu, maka anggaran dan program perlindungan sosial seharusnya diperluas, bukan justru dipangkas. Agar terwujudlah cita-cita Indonesia Merdeka yaitu antara lain Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sebagai modal besar menyongsong Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia