DPRD Ingatkan Potensi Pajak di Jakarta yang Belum Tergali
Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta menekankan pentingnya memanfaatkan potensi pajak yang belum dimaksimalkan Bapenda untuk meningkatkan PAD.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) tak lagi mengandalkan pengenaan pajak eksisting untuk menggenjot pendapatan asli daerah (PAD).
Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Habib Muhammad Salim Alatas mengatakan, saat ini masih banyak potensi pengenaan pajak yang belum tersentuh Pemerintah Provinsi (Pemprov). Padahal objek tersebut dapat menjadi sumber pendapatan daerah.
"Kita nggak dapat keuntungan dari jalan tol. Coba dikaji lagi tiang pancang di tanah (DKI Jakarta). Itu komersial, tapi kita nggak dapat pemasukan sama sekali dari situ,” ujarnya di Grand Cempaka Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/10).
Ia juga meminta Pemprov mengkaji pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang proyeksinya dinilai masih sangat kecil, yakni Rp1,5 triliun di tahun 2024 mendatang.
“Dari subsidi bahan bakar, ini potensinya sangat besar, jalanan macet dan kebutuhan bahan bakar naik terus. Dari situ digali bisa triliunan," ucapnya.
Baca juga: Anggota Komisi C DPRD DKI Esti Minta Pemprov Digitalisasi Pajak Guna Tercapainya PAD Jakarta
Di kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengakui memang masih banyak potensi pajak daerah yang luput dari pengawasan Bapenda. Salah satunya yakni pajak toko online (online shop), serta pajak layanan transportasi online.
“Terkait masalah pajak tadi, ada sebenarnya. Misalnya layanan jasa aplikasi dan sebagainya perlu kita pikirkan kedepan pajaknya. Kita juga perlu membuat kebijakan pajak terhadap toko yang online ini, dan kita tidak bisa sendiri. Harus melibatkan pemerintahan pusat," ucapnya.
Sementara, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati menyatakan pihaknya akan melakukan terobosan untuk meningkatkan pendapatan pajak daerah pada tahun 2024. Salah satunya yakni melakukan pendataan ulang terhadap objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2).
"Data sensus akan tetap kita cleansing. Misalnya dulu waktu sebelum sensus itu tanah kosong, ternyata setelah di sensus ada rumahnya, ada bangunannya, otomatis pajak bisa nambah,” katanya.
Bapenda DKI juga akan melakukan evaluasi pada kebijakan bebas pajak bagi aset yang nilainya setara Rp2 miliar. Menurutnya jika wajib pajak memiliki rumah lebih dari satu, meskipun nilainya dibawah dua miliar, maka sebaiknya tetap dikenakan pajak.
“Sekarang orang punya tanah senilai Rp2 miliar semua bebas pajak. Nah, kedepannya supaya berkeadilan maka yang ditempatin saja yang dapat pembebasan pajak. Misalnya ada orang punya tanah lima tempat, nilainya dibawah Rp2 miliar semua gratis semua, padahal kan dia kaya. Tapi kalau yang dia tinggalin gak apa gratis," tandasnya. (*)
Baca juga: Polusi Udara di Jakarta Memburuk, DPRD DKI Imbau Masyarakat Pakai Masker dan Naik Transportasi Umum