Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Seni Memelihara Tenun Adati Agar Tetap Melekat di Hati

Minggu lalu, (23/11/2014) di kampus Institut Teknologi Bandung, di Jalan Ganesha, berlangsung Pasar Seni ITB.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Seni Memelihara Tenun Adati Agar Tetap Melekat di Hati
ISTIMEWA
Pasar Seni ITB, mengusung tema Antara Aku, Kita, dan Semesta yang diselenggarakan beberapa waktu lalu. Sebanyak 396 stand ikut serta meramaikan acara ini. 

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Minggu lalu, (23/11/2014)  di kampus Institut Teknologi Bandung, di Jalan Ganesha, berlangsung Pasar Seni ITB. Ribuan pengunjung tumplek di gelaran empat tahunan tersebut. Mereka datang bergelombang sejak pukul 09.00 hingga 18.00 WIB.

Tahun 2014 ini, Pasar Seni ITB, sebagai ajang empat tahunan yang digagas mahasiswa  ITB, mengusung tema Antara Aku, Kita, dan Semesta. Sebanyak 396 stand ikut serta meramaikan acara Pasar Seni ITB. Tepatnya 155 stand produk, 114 stand makanan, dan lebih dari 50 seniman, serta 5 galeri.

Tidak hanya itu, Pasar Seni ITB juga ikut diramaikan dengan seni pertunjukan, wahana pasar seni, instalasi unik, dan panggung seni.

Di tengah ingar-bingar Pasar Seni ITB 2014 yang disebut-sebut perhelatan seni akbar se-Asia Tenggara, ada hal yang cukup menarik. Hadirnya nuansa etnik Tenun Adati dalam JetC dan karyanya.

"Kita tahu, Indonesia dengan lebih 300-an jumlah suku etnik, hampir semuanya punya tradisi yang melibatkan  kain tradisional dalam upacara-upacara adat. Namun seiring waktu, kain “Tenun Adati” mulai jarang dan sulit ditemui," ungkap JetC.

Di tangan JetC Elmir desainer L’Mira Ethnique dan pengrajin tenun ikat  Jepara di Desa Troso, wastra kini mulai banyak digemari kalangan muda hingga ke mancanegara.

JetC tidak sepenuhnya sependapat dengan kritikan sebagian  pecinta wastra, yang menilai miring karya yang kini laku keras di pasaran.

BERITA TERKAIT

"Meski mereka banyak 'meniru' ragam hias berbagai daerah, tapi itu tak akan mematikan pengrajin tenun dari NTT, Bali dan daerah lain. Bahkan seringkali, para pengrajin dari daerah membutuhkan bantuan pengrajin Troso," ungkap JetC.

"Karena mereka dapat memproduksi kain tenun dengan lebih cepat, banyak, dan murah,” katanya lagi.

Bagaimanapun pesatnya perkembangan teknik menenun, ada kekhasan tenun  daerah yang tak bisa ditiru oleh para pengrajin Jepara.
Sebenarnya hal yang lebih penting dari perdebatan tenun adati dan tenun komoditi, ialah desa telah kehilangan banyak penenun baru di dunia yang semakin moderen.

"Tapi saya yakin, kebiasaan elok sang penenun itu akan tetap terpelihara,  karena kini pemakaian kain tradisi sedang 'happening'. Dan ini mudah-mudahan tidak hanya trend 'numpang lewat'. Tapi akan selalu mendapat tempat di hati banyak  kalangan," ungkap  JetC lagi.

Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas