Inilah Upaya Ilmuwan Cari Metode Turunkan Berat Badan dari Tinja
Para ilmuwan tengah mencari cara untuk menemukan solusi penurunan berat badan selain dari asupan yang kita konsumsi lewat mulut.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Para ilmuwan tengah mencari cara untuk menemukan solusi penurunan berat badan selain dari asupan yang kita konsumsi lewat mulut.
Mereka justru melirik metode lain yang melibatkan saluran pembuangan dari sistem pencernaan.
‘Pil tinja’ kering adalah strategi penurunan berat badan terbaru yang tengah diteliti di Amerika Serikat.
Dalam percobaan klinis yang terkontrol mulai akhir tahun ini, peneliti akan menguji formula tinja sebagai pengobatan potensial dari obesitas, dengan melihat bagaimana bakteri usus bisa berdampak pada penurunan berat badan.
Percobaan ini juga akan menyelidiki bagaimana mikrobiome manusia bisa memainkan peran dalam kesehatan dan metabolisme serta sensitivitas insulin, dengan mengganti mikroba usus penderita obesitas dengan mikroba pendonor yang berbadan kurus melalui tinja/feses mereka.
Dalam uji coba - yang dipimpin oleh Elaine Yu, seorang asisten profesor dan peneliti klinis di Rumah Sakit Umum Massachusetts –ini, 20 pasien obesitas akan diberikan kapsul yang berisi tinja kering sehat dari pendonor berbadan ramping. Beberapa kapsul akan berfungsi sebagai pelega.
Peserta akan diminta untuk mengambil kemasan pil tinja setiap minggu selama enam minggu, selain juga diminta untuk mengikuti diet sehat dan olahraga.
Di masa depan, Elaine berharap, perawatan mikroba bisa berjalan bersamaan dengan intervensi diet untuk mengobati obesitas dan gangguan metabolisme.
Elaine mengatakan, para ilmuwan dari lembaga ‘Ars Technica’ berada pada tahap awal penelitian mikrobioma.
"Kami bisa melakukan semua pekerjaan berorientasi detil untuk mencoba mencari tahu komunitas mikroba mana yang terpengaruh untuk memberi informasi lebih lanjut bagi pengobatan di masa depan," utaranya.
Bakteri pendonor tak akan selamanya bertahan di usus
Direktur ‘Centre for Superbug Solutions’ di Universitas Queensland, Matt Cooper, mengatakan, konsep terapi transplantasi feses bukanlah hal yang baru, meski demikian, studi di AS ini akan menjadi yang pertama kali mengamati manfaatnya dalam percobaan klinis terkontrol.
Matt mengatakan, para ahli pertama kali melihat hubungan potensial antara transplantasi feses dan penurunan berat badan ketika merawat pasien infeksi usus ganaas ‘clostridium difficile’ atau "C diff.".
"Selama terapi transplantasi feses, kami telah melihat mereka dengan berat badan berlebih yang menerima tinja dari pendonor ramping menjadi semakin ramping dan ini merupakan pengamatan yang menarik, tetapi kami perlu uji klinis untuk menghubungkan penyebab dengan dampaknya," ungkap sang Profesor.