Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Pendapat Desainer Busana Muslim, Kerudung Halal Bukan Sekadar Logo dari MUI

Belakangan tengah ramai diperdebatkan soal kontroversi label kerudung halal yang diluncurkan oleh salah satu lini busana muslim Indonesia.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Pendapat Desainer Busana Muslim, Kerudung Halal Bukan Sekadar Logo dari MUI
METRO.CO.UK
Rumah mode Dolce&Gabbana; rilis koleksi busana hijab untuk muslimah kelas atas di dunia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Belakangan tengah ramai diperdebatkan soal kontroversi label kerudung halal yang diluncurkan oleh salah satu lini busana muslim Indonesia.

Selain datang dari para netizen dan masyarakat umum, komentar senada juga diucapkan oleh beberapa perancang busana muslimah ternama Indonesia.

Diantaranya ada Hannie Hananto dan Restu Anggraini. Keduanya memiliki pandangan serupa soal kontroversi kerudung halal yang bersertifikasi dari MUI.

“Untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat busana muslim, memang nanti apa saja yang berhubungan dengan muslim atau muslimah terkait dengan ‘Halal Awareness’. Namun ini adalah suatu proses panjang yang melibatkan banyak pihak. Beberapa merek internasional sudah mencantumkan peringatan ‘ketidakhalalan’ mereknya seperti istilah Contain Pig Skin,” ujar Hannie Hananto, salah satu desainer ternama Indonesia ini seperti dikutip Tribunnews.com dari tabloidnova.com .

Hannie pun berpendapat jika perlu peran pemerintah untuk melakukan riset tekstil Indonesia serta penentuan tolok ukur kehalalannya sampai dimana. Jadi, ada aturan dan ukurannya untuk bisa mendeklarasikan ini tekstil halal atau bukan.

“Bukan hanya sekedar halal karena dapat logo dari MUI saja, tapi juga menyeluruh,” imbuhnya tegas.

Restu Anggraini, yang karya koleksinya cenderung mengusung DNA clean-cut dan high-tailored juga turut memberikan komentarnya.

Berita Rekomendasi

“Aku pikir ini sih excessive use of halal branding. Selain itu, agak lucu juga kalau pakaian lain produksi brand itu belum standar halal, berarti kita pakai jilbab saja tanpa pakaian dong? Hahaha..,". ujar Restu.

Berdasarkan pengamatan perancang yang akrab disapa Etu tersebut, dalam proses pembuatan kain di wilayah Bandung, dia melihat sendiri proses akhir pembuatan sebuah kain, yakni dicuci kembali ke dalam boiler dengan suhu lebih dari 80 derajat celcius.

"Saya sangat menyangsikan jika emulsifier itu masih terkandung dalam bahan, jika sudah masuk boiler untuk direbus dan dibersihkan pada proses akhir. Nah, yang jelas kalau tujuannya untuk viral, ya ini berhasil, hanya saja dampaknya positif atau negatif, belum bisa diprediksi, " jelasnya saat diwawancarai oleh KompasFemale.

Etu juga meminta kroscek kembali soal isu kerudung halal ini. Pasalnya, isu ini justru memancing perdebatan di kalangan muslim dan muslimah.

“Ya, menurutku itu cuma strategi marketing aja. The next question is this: kalau kerudung brand tersebut halal, lalu apakah atasan dan dalamannya non-halal atau secara kasarnya ‘haram’?,” tutup Etu seperti dikutip Tribunnews.com dari Tabloidnova.com .

Sumber: Tabloidnova.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas