Kontroversi Susu Kental Manis Karena Ada Misinformasi Produk kata Nihayatul Wafiroh
Kontroversi produk susu kental manis (SKM) bagi kesehatan dan kebaikan gizi bagi anak balita kian memanas.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kontroversi produk susu kental manis (SKM) bagi kesehatan dan kebaikan gizi bagi anak balita kian memanas.
Setelah berbagai kritikan dan desakan datang dari berbagai elemen masyarakat, baik di dunia maya maupun aksi jalanan, kini giliran anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang angkat bicara menyoroti kontroversi SKM tersebut.
Anggota Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh mengatakan, kontroversi SKM yang mencuat terjadi karena adanya kesalahan dalam penginformasian produk kepada masyarakat.
SKM diiklankan sebagai produk minuman susu yang sehat bergizi termasuk bagi anak-anak. Padahal karena kandungan gulanya tinggi, produk ini merupakan pelengkap/topping penambah rasa pada makanan dan minuman.
“Karena itu, harus ada pengawasan dalam penginformasian produk perusahaan kepada masyarakat oleh lembaga pemerintah, dalam hal ini BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan—red) dan BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional—red). Di sisi lain, masyarakat juga harus lebih aware karena kadangkala tidak membaca komposisi dan kandungan gizi dalam setiap produk,” ungkap Nihayatul Wafiroh.
Diketahui, sejumlah elemen masyarakat dan pakar terus menyuarakan tagline SKM BUKAN SUSU untuk melawan pengiklanan produk SKM yang dianggap membohongi publik.
Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menilai kandungan gula yang mencapai 50 persen pada produk SKM berpotensi menyebabkan obesitas dengan resiko diabetes.
Di Amerika dan negara maju lainnya, susu kental manis kini sudah tidak dikonsumsi secara massal karena dianggap rendah gizi dan terlalu banyak mengandung gula.
Selain DKR, berbagai kalangan baik pemerintah maupun pemerhati anak sebenarnya juga telah menyuarakan keprihatinan atas promosi susu kental manis untuk konsumsi anak dan keluarga.
Perusahaan pun diminta lebih transparan dan bertangung jawab dalam mengiklankan produknya.
DKR juga mendesak BPOM untuk melakukan edukasi dan pengawasan iklan serta juga melakukan penindakan. Hal ini demi masa depan anak Indonesia dan visi pemerintah menciptakan generasi emas 2045.
Nihayatul sependapat jika BPOM bertindak lebih tegas dan bergigi dalam pengawasan produk dan penginformasiannya, terutama yang menyangkut gizi masyarakat.
Karena itu, pihak DPR sendiri telah memasukan RUU Kesehatan yang didalamnya mencakup BPOM ke dalam Prolegnas 2018.
“Kita dari Komisi IX akan mendorong BPPOM untuk lebih berperan lebih besar melakukan pengawasan,” tandas politisi PKB ini.
Jika merujuk pada regulasi yang berlaku, produsen hanya mewajibkan pencantuman label 'tidak untuk anak dibawah 1 tahun' pada kemasan.
Padahal, untuk anak diatas 1 tahun pun SKM menjadi berbahaya bila dikonsumsi secara rutin, apalagi bila dianggap sebagai minuman susu untuk pertumbuhan atau pelengkap gizi keluarga.
“Jangankan untuk Balita, bagi orang dewasa pun produk makanan dan minuman harus diperhatikan,” tutur politisi perempuan ini.