Memiliki Makna 'Kerukunan', Kue Keranjang Jadi Menu Wajib Tahun Baru Imlek
Beragam kuliner khas biasanya disajikan masyarakat Tionghoa dalam perayaan Tahun Baru Imlek, satu diantaranya yang sangat fenomenal
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beragam kuliner khas biasanya disajikan masyarakat Tionghoa dalam perayaan Tahun Baru Imlek, satu diantaranya yang sangat fenomenal adalah kue keranjang.
Kue satu ini biasa disebut masyarakat lokal sebagai dodol karena teksturnya yang memang mirip dengan penganan khas lokal itu.
Nama 'keranjang' diperoleh dari wadah cetaknya yang berbentuk keranjang atau memiliki nama lain Nian Gao.
Dalam dialek Hokkian disebut sebagai Ti Kwe.
Kue satu ini terbuat dari campuran tepung ketan dan gula, serta memiliki tekstur yang kenyal dan lengket.
Tentunya kue keranjang menjadi 'menu wajib' yang harus disajikan pada perayaan Tahun Baru Imlek.
Kue keranjang sebelumnya, dipergunakan sebagai 'sesaji' pada upacara sembahyang untuk menghormati para leluhur.
Upacara tersebut dahulu dilakukan tujuh hari sebelum Tahun Baru Imlek dan kembali dilakukan saat puncaknya yakni menjelang Tahun Baru Imlek.
Sebagai sesaji, kue yang sangat legit ini biasanya tidak dikonsumsi hingga perayaan Cap Go Meh atau malam ke-15 setelah Tahun Baru Imlek.
Pada awalnya, kue ini diyakini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan Dewa Tungku atau Cau Kun Kong, agar membawa laporan yang baik kepada Raja Surga yang juga memiliki nama lain Giok Hong Siang Te.
Selain itu, bentuk kue yang bulat menunjukkan harapan agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan memiliki tekad yang kuat dalam menghadapi tahun yang akan datang.
Perlu diketahui, di tanah air, kue ini banyak diproduksi Bogor, Tangerang, Sukabumi dan Yogyakarta.
Di Jakarta, khususnya di 'kampung pecinan' Petak 9, Glodok, Jakarta Barat, Senin (4/2/2019), Tribunnews pun melihat terdapat banyak kue keranjang yang dijual di berbagai kios.
Bahkan peminat yang membelinya pun tidak hanya berasal dari kalangan masyarakat Tionghoa saja, namun juga warga lokal yang memang gemar mengkonsumsi dodol.