Perlu Penelitian Lebih Lanjut Terkait Kesimpulan Rokok Elektrik Pintu Masuk Bagi Perokok Pemula
Penelitian lain justru menjustifikasi bahwa rokok elektrik memiliki bahaya yang sama dengan rokok dan menimbulkan dampak negatif
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penelitian yang menyimpulkan bahwa rokok elektrik dianggap sebagai pintu masuk bagi perokok pemula perlu diteliti lebih lanjut bahkan harus dibuktikan kebenarannya.
Hasil penelitian tersebut dinilai dapat meresahkan publik, terutama perokok dewasa, karena tidak sesuai dengan tujuan hadirnya produk tembakau alternatif yang berperan mengurangi risiko dari dampak negatif rokok.
“Saat ini, terdapat beberapa hasil penelitian yang justru menjustifikasi bahwa rokok elektrik memiliki bahaya yang sama dengan rokok dan menimbulkan dampak negatif,” kata pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran, Ardini Raksanagara kepada wartawan, Senin (30/3/2020).
Sangat disayangkan adalah pada penelitian-penelitian tersebut terdapat beberapa kekeliruan dari metode-metode yang digunakan.
Sebelumnya, penelitian Stanton Glantz dan Benjamin Chaffee dari University of California San Francisco serta Shannon Lea Watkins dari University of Iowa yang diterbitkan di jurnal Pediatrics tahun 2018 yang berpendapat bahwa rokok elektrik menjadi pintu masuk menuju rokok dinilai tidak tepat.
Menurut Ardini, penelitian yang dilakukan Stanton Glantz mencoba mengkaitkan antara perokok pemula yang bereksperimen dengan mencoba rokok elektrik dengan kemungkinan untuk menjadi perokok tetap.
Baca: Resmi Dibentuk, Appnindo Dukung Pengusaha Rokok Elektrik
Baca: Penelitian Rokok Elektrik di Indonesia Rendah dan Informasi Tidak Berasal dari Sumber Terpercaya
Namun, ada faktor yang tidak dipertimbangkan oleh penelitian tersebut, yakni sebagian besar remaja yang menjadi objek penelitian, sebelumnya sudah merokok sehingga remaja tersebut memiliki potensi untuk melanjutkan kebiasaan merokok dengan atau tanpa adanya penggunaan rokok elektrik.
Sebelumnya, mantan pejabat kesehatan masyarakat Inggris, Clive Bates, juga mengatakan penelitian yang dilakukan Stanton Glantz mengesampingkan faktor lain yang dapat memengaruhi orang untuk menjadi perokok.
Faktor-faktor tersebut seperti latar belakang keluarga, kesehatan mental, dan pengendalian diri.
“Para peneliti (Stanton Glantz dan rekannya) telah memperketat variabel untuk mengarahkan agar rokok elektrik menjadi alasan untuk merokok,” kata Bates.
Belum lama ini Universitas Auckland Selandia Baru juga melakukan penelitian terhadap 30 ribu siswa kelas 10.
Hasilnya, 40 persen siswa menyatakan pernah mencoba rokok elektrik.
Akan tetapi, hanya sekitar 3 persen saja yang menggunakannya secara rutin. Hal ini mematahkan penelitian yang dilakukan oleh Stanton Glantz dan rekan penelitinya.
Baca: Isolasi dari Pandemi Virus Corona, Si Kembar Bagas Kaffa dan Bagus Kahfi Sibuk Main PUBG
Baca: Imbas Corona, Sensus Penduduk Online 2020 Diperpanjang 29 Mei 2020, Sudah 32,4 Juta Orang Isi Data
Beberapa penelitian terbaru telah membuktikan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan rokok.