Sering Jadi Korban Pelecehan Seksual, Perempuan Harus Mampu Lawan Stigma Negatif
Kaum perempuan sering kali menjadi objek tindakan pelecehan kaum laki-laki, baik itu secara verbal maupun fisik.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kaum perempuan sering kali menjadi objek tindakan pelecehan kaum laki-laki, baik itu secara verbal maupun fisik.
Hal ini biasanya dipicu beberapa faktor, mulai dari wajah, bentuk tubuh, hingga bagaimana cara perempuan tersebut berpakaian yang dianggap 'mengundang tindakan pelecehan' itu.
Hingga saat ini, kekerasan seksual terhadap kaum hawa masih terus terjadi.
Bahkan, tindakan ini bisa saja terjadi secara berulang kepada korban yang sama.
Umumnya, banyak pihak yang cenderung menyalahkan para perempuan yang menjadi korban dalam aksi ini.
Padahal posisi perempuan dalam kasus kekerasan seksual ini merupakan korban yang seharusnya mendapatkan dukungan dan perlindungan.
Namun, tidak sedikit pihak yang menganggap bahwa alasan di balik pelecehan itu karena dipicu pilihan busana maupun cara berpakaian yang terlalu terbuka, padahal faktor 'pilihan berpakaian' tidak dapat dijadikan alasan munculnya tindakan pelecehan seksual.
Baca juga: 9 Jenis Kekerasan Seksual yang Diatur dalam UU TPKS: Pelecehan hingga Pemaksaan Perkawinan
Mirisnya, selain kerap menjadi objek kekerasan seksual secara fisik, kaum perempuan juga sering mendapatkan pelecehan secara verbal.
Tindakan ini tidak hanya dialami perempuan yang berpakaian terbuka saja, namun juga tertutup.
Hal inilah yang turut disoroti Prisa, brand lokal yang memproduksi serum kesehatan payudara.
Sebagai brand yang concern terhadap kaum perempuan, Prisa melihat bahwa perempuanl memiliki hak untuk memakai apapun yang ingin mereka kenakan.
Owner dan Founder Prisa, Syefriandhi mengatakan bahwa sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dan
menghargai keberagaman, ekspresi perempuan dalam berpakaian seharusnya dihargai.
"Perempuan bebas untuk berekspresi atau berkarya tanpa terganggu stigma masyarakat atas apa yang dia lakukan dan kenakan. Masyarakat tidak berhak untuk men-judge atau menilai seseorang dari penampilan luarnya saja," kata Syefriandhi, dalam keterangannya, Selasa (12/4/2022).
Baca juga: Model Arif Edison Curhat Alami Pelecehan Seksual, Sebut Pelakunya Seorang Penata Rias
Melihat pentingnya kesadaran untuk menghargai perempuan, brand ini pun menggelar campaign dengan tema #LawanStigma.
Menurut Syefriandhi, stigma yang melekat pada perempuan sebenarnya tidak hanya terkait pilihan dalam berbusana saja, namun juga fisik seorang perempuan.
Karena itu, stigma itu pun harus dilawan.
"Mengapa harus olahraga padahal sudah kurus, mengapa harus diet padahal sudah langsing, mengapa harus belajar tinggi padahal akan ngurus dapur? Cewek kok kerjanya kayak laki-laki? Stigma-stigma itu juga nyata adanya," tegas Syefriandhi.
Perlu diketahui, stigma ini dapat menimbulkan stress, depresi, perasaan malu, marah, atau berbagai macam reaksi lainnya bagi korbannya, baik secara fisik, mental, maupun perilaku.
"Stigma membuat orang terkucil atau bahkan diabaikan, yang pada akhirnya menghambat perempuan untuk berporses, berkarya, berekspresi, dan berdikari," jelas Syefriandhi.
Syefriandhi pun menegaskan bahwa melalui campaign #LawanStigma ini, brandnya berharap para perempuan berani untuk tampil, berkarya, bekerja, dan berekspresi tanpa takut.
Campaign ini, kata dia, diharapkan dapat menyadarkan kaum perempuan untuk selalu percaya diri dan tidak mempedulikan pendapat buruk orang lain terhadap dirinya.
"Do what you want to do, post whatever you want in social media. Reclaim our bodies, love it and respect it the way it deserves," kata Syafriandhi.