Isen Mulang, Kolaborasi Dua Desainer Lokal dengan Inspirasi Etnik Dayak Kalimantan
Karya kolaborasi dua perancang busana berbakat ini mengangkat tema Isen Mulang yang diambil dari bahasa Dayak dan bermakna pantang menyerah.
Penulis: Willem Jonata
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Corak dan motif khas daerah mulai masif ditampilkan dalam karya busana para desainer lokal. Satu di antaranya karya terbaru kolaborasi Rose.Ma.Lina x Sofie, yang mengangkat pesona etnik Dayak dari Kalimantan.
Tema yang diangkat dalam karya kolaborasi dua perancang busana berbakat ini adalah Isen Mulang yang diambil dari bahasa Dayak dan bermakna pantang menyerah.
Hadriani Ahmad Sofiyulloh, pemilik Sofie Design, menjelaskan asal-usul karya terbarunya kali ini.
Ia mengatakan kolaborasinya bersama Rose.Ma.Lina sepenuhnya terinspirasi dari pesona etnik Dayak khas Kalimantan.
Tema Isen Mulang yang ditampilkan dalam karya busananya, menggambarkan anak muda Kalimantan yang pantang menyerah. Bisa menjalani hidup di era globalisasi yang serba modern dan maju. Namun tak melupakan kearifan lokal.
"Saya menerjemahkan dalam karya ini, bahwa anak muda daerah mampu menerima budaya mana pun dalam arti yang positif. Tidak bertentangan dengan adat istiadat, serta tidak lupa unsur dan karakter budayanya. Intinya seperti itu," terang Sofie, sapaan akrab Hadriani Ahmad Sofiyulloh, Selasa (6/12/2022).
Koleksi Rose.Ma.Lina x Sofie ini, ditampilkan dalam agenda Fashion Show Spotlight Celebrating Diversity garapan Indonesian Fashion Chamber (IFC) pada 4 Desember 2022 lalu, di Great Hall Pos Bloc Jakarta.
Menurut Sofie, koleksi terbarunya bersama Vie Silvi mendapat respon positif dari pecinta fesyen Tanah Air.
Baca juga: Rekomendasi Baju Kondangan untuk Anak Perempuan, dari Model Etnik hingga Modern
Karena terinspirasi dari budaya Dayak, seluruh konsep hingga bahan material produk ini diambil dari Kalimantan. Terutama material kain baik yang berbahan tenun, katun, satin, hingga sutra tafetta.
"Material bahan kain ada tenun khas Kalimantan dengan pewarnaan alam berbulan-bulan. Kebanyakan kalau memakai kain tenun kan sayang kalau dipotong yaa. Di sini saya buat kain tenun menjadi baju dengan look kekinian," ujarnya.
Baca juga: Style Alas Kaki Masa Kini dengan Desain Etnik
"Jadi tetap dipotong tapi dengan garis tegas, dan dikombinasikan dengan kain print dayak," terang fashion designer yang mengawali karir dari seorang tukang jahit ini.
Untuk warna, ia memilih tampilan yang lebih natural dan alami. Seperti warna hitam, cokelat, dan keemasan. Pilihan warna itu kata dia, menmpilkn look yang lebih elegan dan berkarakter.
Alumnus sekolah busana Susan Budihardjo ini juga menjelaskan, meski terinspirasi dari etnis lokal, tampilan karya busananya diterjemahkan dalam gaya urban dan modern, serta dikeluarkan dalam jenis ready to wear yang mudah dipadupadankan.
Baca juga: Tampilkan Etnik Tradisional, Koleksi Busana Elemwe Didominasi Broken White dan Monochrome
Karya kolaborasi Rose.Ma.Lina x Sofie meluncurkan 30 look dengan konsep ready to wear, menyasar usia produktif di atas usia 25 tahun.
Sofie yang menggeluti dunia fashion design sejak 1990-an ini menyebut, tampilan etnik dan budaya daerah dalam karya busana dapat memperkaya ragam mode dalam industri fesyen nasional.
Ia juga ingin memperkenalkan orisinalitas fesyen lokal ke pasar internasional. Dari segi ekonomi, juga menguntungkan. Karena mampu menghidupkan ekonomi daerah.
"Indonesia dengan kekayaan budayanya, memiliki wastra kain dari Sabang sampai Merauke. Ketika unsur daerah diangkat, maka ekonomi lokal juga pasti akan hidup," tandasnya.